Pengantar: Mencari Makna Kehidupan Terbaik
Pertanyaan tentang bagaimana menjalani kehidupan yg terbaik telah menghantui umat manusia sejak dahulu kala. Aristoteles, seorang filosof Yunani yang lahir pada 384 SM, mencoba menjawab pertanyaan fundamental ini melalui karyanya yg monumental, Nicomachean Ethics1. Karya ini terdiri dr 10 buku yang secara komprehensif mengeksplorasi apa yang dimaksud dengan kehidupan manusia terbaik.
Berbeda dgn pandangan individualis modern yang menganggap setiap orang memiliki definisi kebahagiaan yang berbeda, Aristoteles berasumsi bahwa ada satu jawaban tunggal untuk pertanyaan tentang kehidupan manusia terbaik2. Pandangan ini mungkin tampak kuno bagi kita yang hidup dalam era pluralisme, namun pendekatan sistematis Aristoteles menawarkan wawasan yang masih relevan hingga saat ini.
Warisan Intelektual Aristoteles dan Lyceum
Perjalanan dari Murid Plato hingga Pendiri Sekolah
Perjalanan intelektual Aristoteles dimulai ketika ia belajar di bawah Plato selama hampir 20 tahun sebelum akhirnya mendirikan sekolahnya sendiri yang disebut Lyceum3. Lycum ini menjadi pusat pembelajaran yang sangat berpengaruh dalam dunia filsafat Yunani kuno. Sekolah yang didirikan oleh Aristoteles ini bertahan cukup lama, hingga akhirnya dihancurkan oleh jenderal Romawi Sulla pada tahun 86 SM4.
Masa-masa di Lyceum menunjukan bagaimana Aristoteles mengembangkan pemikiran filosofisnya secara mandiri. Tidak seperti gurunya Plato yang lebih fokus pada dunia ide, Aristoteles lebih tertarik pada observasi empiris dan analisis sistematis tentang berbagai aspek kehidupan manusia.
Pengaruh Abadi dalam Berbagai Bidang Ilmu
Keluasan intelektual Aristoteles sungguh menakjubkan. Ia memiliki tulisan tentang retorika, metafisika, meteorologi, geologi, dan biologi, menunjukkan minatnya yang luas terhadap segala hal5. Ini bukan hanya menunjukan kecerdasan, tapi juga dedikasi luar biasa dalam memahami dunia secara komprehensif.
Karya Aristoteles dlm bidang logika masih diajarkan hingga abad ke-19 sampai munculnya logika matematis6. Pengaruh ini berlanjut ketika Thomas Aquinas mengintegrasikan sistem etika Aristotles ke dalam pandangan dunia Kristen dengan modifikasi signifikan7. Bahkan pada pertengahan abad ke-20, etika kebajikan Aristoteles kembali populer, terutama di akademi filosofi berbahasa Inggris berkat pemikir seperti Elizabeth Anscombe dan Alasdair MacIntyre8.
Konsep Kebahagiaan: Bukan Sekadar Perasaan
Salah satu kontribusi paling revolusioner Aristoteles adalah redefinisinya tentang kebahagiaan. Ia mendefinisikan kebahagiaan sebagai aktivitas rasional jiwa sesuai dengan kebajikan, bukan sekadar perasaan seperti pemahaman modern9. Definisi ini sangat berbeda dengan cara kita memahami kebahagiaan saat ini, di mana kebahagiaan sering dikaitkan dengan emosi positif atau kepuasan sesaat.
Menurut si filosof yang brilian ini, kebahagiaan adalah keadaan bertindak dengan cara yang benar, bukan perasaan yang dirasakan seseorang10. Ini berarti kebahagiaan bukan tentang merasa senang atau puas, melainkan tentang menjalani hidup sesuai dengan potensi terbaik kita sebagai manusia. Kalau kita mengikuti logika Aristoteles, maka orang yang bahagia adalah orang yang secara konsisten bertindak secara moral dan rasional, terlepas daripada perasaan sementara yang mungkin ia alami.
Pandangan ini menggeser fokus dr pencarian kepuasan instan ke pengembangan karakter jangka panjang. Aristoteles mengajak kita untuk berpikir lebih dalam tentang apa yang benar-benar membuat hidup bermakna. Bukan hanya tentang merasakan kegembiraan sesaat, tapi tentang menjalani hidup dengan integritas dan tujuan yang jelas.
Kebajikan sebagai Jalan Menuju Kebahagiaan
Teori Jalan Tengah dalam Kebajikan
Konsep kebajikan menurut Aristoteles sangat menarik dan praktis. Kebajikan adalah sifat karakter atau disposisi untuk melakukan hal yang benar pada waktu yang tepat, yang dapat disebut sebagai kebiasaan tertenu11. Yang unik adalah teori "jalan tengah" nya - setiap kebajikan terletak di antara dua keburukan, seperti keberanian yang berada di antara kecerobohan dan kepengecutan12.
Aristoteles mencantumkan berbagai kebajikan dalam karyanya tentang retorika: keadilan, keberanian, kesederhanaan, kemegahan, kebesaran jiwa, kemurahan hati, kelembutan, kehati-hatian, dan kebijaksanaan13. Daftar ini bukan hanya katalog sifat baik, tapi panduan praktis untuk pengembangan karakter yang seimbang. Setiap kebajikan memiliki tempatnya dan harus dipraktikkan dalam proporsi yang tepat.
Pengembangan Karakter dan Kebijaksanaan Praktis
Untuk menjadi berbudi luhur, seseorang harus melalui dua tahap: dilatih dengan cara yang benar sejak kecil dan mengembangkan kebijaksanaan praktis (phronesis)14. Ini menunjukan bahwa kebajikan bukan sesuatu yg instan atau bisa dipelajari hanya melalui teori. Diperlukan latihan berkelanjutan dan pengalaman hidup yang matang.
Phronesis atau kebijaksanaan praktis adalah kemampuan untuk mengetahui tindakan apa yang tepat dalam situasi spesifik. Ini bukan tentang menghapal aturan-aturan moral, tapi tentang mengembangkan intuisi etis yang dapat mengarahkan kita dalam situasi-situasi kompleks yang sering kita hadapi dalam kehidupan nyata. Aristoteles paham bahwa kehidupan tidak selalu hitam putih, dan kita membutuhkan kebijaksanaan untuk menavigasi area abu-abu tersebut.
Persahabatan: Kebutuhan Fundamental Manusia
Salah satu aspek paling menarik dr Nicomachean Ethics adalah penekanan Aristoteles pada persahabatan. Ia mendedikasikan seperlima dari karyanya untuk membahas persahabatan, menyebutnya sebagai hal yang paling perlu untuk kehidupan15. Ini menunjukan betapa pentingnya hubungan antarmanusia dalam filosofi Aristoteles.
Ada tiga jenis persahabatan menurut Aristoteles: persahabatan karena kesenangan, persahabatan karena kegunaan, dan persahabatan sejati berdasarkan kebajikan16. Dua jenis pertama bersifat sementara dan berdasarkan kepentingan tertentu. Namun persahabatan sejati adalah ketika dua teman memiliki kebajikan yang sama sempurna dan dapat melihat ke dalam jiwa satu sama lain, serta cenderung bertahan seumur hidup17.
Konsep persahabatan sejati ini sangat mendalam. Bukan hanya tentang orang yang kita sukai atau yang bermanfaat bagi kita, tapi tentang hubungan yang dibangun atas dasar saling menghargai karakter satu sama lain. Dlm persahabatan seperti ini, kita tidak hanya berbagi kegembiraan tapi juga saling membantu untuk menjadi versi terbaik dr diri kita masing-masing.
Kontemplasi sebagai Aktivitas Tertinggi
Aristoteles juga memperkenalkan konsep kontemplasi (theoria) sebagai fungsi khusus manusia yang melibatkan pencarian kebenaran sistematis tentang hal-hal tinggi, kekal, dan tidak berubah18. Ini mungkin terdengar abstrak, tapi sebenarnya sangat relevan dengan kehidupan modern kita.
Kontemplasi bukan hanya melamun atau berpikir tanpa tujuan. Ini adalah aktivitas intelektual yg terstruktur dan bertujuan untuk memahami kebenaran fundamental tentang realitas. Dalam konteks modern, ini bisa berarti pengejaran ilmu pengetahuan, filosofi, atau bahkan refleksi mendalam tentang makna hidup kita.
Yang menarik adalah bahwa Aristoteles menempatkan kontemplasi sebagai aktivitas tertinggi manusia. Ini menunjukan bahwa menurut dia, manusia adalah makhluk yang pada dasarnya intelektual, dan kita mencapai potensi tertinggi ketika kita terlibat dalam pencarian kebenaran dan pemahaman. Bukan berarti kita harus semua menjadi akademisi, tapi bahwa elemen reflektif dan intelektual harus ada dalam kehidupan yang memuaskan.
Formula Kehidupan Ideal Aristoteles
Setelah mengeksplorasi berbagai elemen, Aristoteles memberikan formula untuk kehidupan ideal. Kehidupan manusia terbaik menurut dia adalah hidup dalam keadaan berkecukupan, memiliki beberapa persahabatan dekat, mempraktikkan kebajikan, dan memiliki waktu luang untuk kontemplasi sebagai filosof-ilmuwan yang sederhana dan berbudi luhur19.
Formula ini sangat seimbang dan realistis. Aristoteles tidak mengatakan bahwa kita harus menjadi pertapa atau sebaliknya mengejar kekayaan material. Ia mengakui bahwa kita membutuhkan sumber daya yang cukup untuk hidup dengan layak. Berbeda dengan kaum Stoa yang menganggap kebajikan cukup untuk kebahagiaan, Aristoteles percaya bahwa kehidupan yang baik juga memerlukan barang-barang eksternal seperti persahabatan dan waktu luang20.
Yang menarik dari formula ini adalah keseimbangannya. Tidak ada satu elemen yang dominan atau yang diabaikan. Kita membutuhkan stabilitas materi, hubungan yg bermakna, pengembangan karakter, dan stimulasi intelektual. Ini adalah visi holistik tentang kehidupan manusia yang mengakui kompleksitas kebutuhan dan aspirasi kita sebagai manusia.
Kesimpulan
Nicomachean Ethics Aristoteles menawarkan panduan komprehensif untuk kehidupan yang baik yang masih relevan hingga saat ini. Meskipun ditulis lebih dr dua ribu tahun yang lalu, insight-insight Aristoteles tentang kebahagiaan, kebajikan, persahabatan, dan kontemplasi tetap memberikan arahan yang berharga bagi kita yang hidup di era modern.
Yang paling menarik adalah bagaimana Aristoteles berhasil menyeimbangkan idealisme dengan realisme. Ia tidak mengabaikan kebutuhan praktis manusia, namun juga tidak terjebak dalam materialisme semata. Visinya tentang kehidupan yang baik adalah tentang integrasi harmonis antara pengembangan karakter, hubungan yang bermakna, stabilitas materi, dan pertumbuhan intelektual.
Kalau kita mau jujur, formula Aristoteles untuk kehidupan yang baik mungkin lebih sulit dicapai dlm dunia modern yg serba cepat dan kompetitif. Namun prinsip-prinsipnya tetap valid sebagai panduan untuk mengevaluasi prioritas hidup kita dan mengarahkan upaya kita menuju kebahagiaan sejati yang berkelanjutan, bukan hanya kepuasan sesaat yang sering kita kejar.
Daftar Pustaka
- Henderson, J. (2024, October 30). Aristotle's guide to the good life | Nicomachean Ethics. [Video]. Youtube. https://youtu.be/GteRElF533Q