Teori Hukum Progresif yang dikembangkan oleh Satjipto Rahardjo telah memberikan warna baru dalam kajian hukum di Indonesia. Lahir di Karanganyar, Banyumas, Jawa Tengah pada tanggal 15 Desember 19301, Satjipto Rahardjo mengembangkan pemikiran hukum yang menempatkan manusia sebagai pusat dari hukum. Hukum Progresif menekankan bahwa hukum adalah untuk memuliakan manusia, bukan untuk memperbudak atau menindas manusia2. Pemikiran ini membawa pertanyaan mendasar: Bagaimana seharusnya hukum berfungsi dalam masyarakat?
Konsep Dasar Hukum Progresif
Dalam Teori Hukum Progresif terdapat 10 tesis atau postulat yang menjadi landasan pemikiran ini, yang secara keseluruhan mengarah pada hukum yang membebaskan dan melayani manusia. Istilah "mengalir" dalam judul buku Prof. Satjipto menunjukkan sifat hukum yang tidak tetap dan selalu berubah menuju ke arah yang lebih baik3. Mengapa hukum harus bersifat dinamis? Jawabannya terletak pada pemahaman bahwa manusia tidak memulai kehidupan bersamanya dengan membuat sistem hukum, melainkan membangun suatu masyarakat4.
Esensi utama pemikiran Satjipto Rahardjo berangkat dari konsep bahwa hukum bukan sebagai sebuah produk yang selesai ketika diundangkan5. Menurut beliau, dalam paradigma Hukum Progresif, hakim perlu mempertimbangkan dampak sosial dari putusannya, tidak hanya mencari kepastian hukum formal6. Siapa yang seharusnya menjadi subjek utama dalam penerapan hukum? Satjipto berpendapat bahwa pola hubungan dalam hukum progresif menunjukkan hukum bukanlah institusi yang steril dan esoterik, melainkan bagian saja dari kemanusiaan7.
Pluralisme Hukum dan Hukum Progresif
Hukum Progresif mengakui pluralisme hukum, di mana hukum negara (lex) berjalan bersama dengan bentuk-bentuk hukum lain dalam masyarakat8. Di mana hukum negara dan hukum adat dapat saling berdampingan? Prof. Satjipto memandang bahwa ketika hukum negara berhadapan dengan norma adat yang hidup dalam masyarakat, perlu ada dialog dan harmoni9.
Dalam perspektif Hukum Progresif, perbandingan hukum tidak dimaksudkan untuk mencangkok begitu saja hukum asing, tetapi untuk mempertimbangkannya dengan tetap memperhatikan aspek filosofis, sosiologis, dan yuridis bangsa Indonesia10. Hal ini sejalan dengan pandangan Satjipto bahwa tidak bisa satu bangsa mentransplantasi atau mencangkok model hukum bangsa lain karena setiap bangsa memiliki akar kulturalnya sendiri11.
Spiritualitas dan Nurani dalam Hukum
Pemikiran hukum progresif yang dikembangkan oleh Satjipto Rahardjo memiliki dimensi spiritualitas yang kuat, yang menekankan pentingnya nilai-nilai kemanusiaan dalam hukum12. Kapan aspek spiritualitas menjadi penting dalam penerapan hukum? Dalam penerapannya, Hukum Progresif mendorong untuk berhukum dengan nurani dan kecerdasan spiritual, tidak hanya mengandalkan teks undang-undang13.
Teori Hukum Progresif mendorong penegak hukum untuk berhukum dengan hati nurani (conscience) dan spiritualitas, tidak hanya dengan logika formal14. Satjipto Rahardjo menjadi salah satu ahli hukum di Indonesia yang sepanjang hidupnya dengan disiplin membicarakan arti penting the conscience of the court (hati nurani pengadilan)15. Bagi Satjipto Rahardjo, hukum progresif menjadikan "empati, ketulusan, dan dedikasi" sebagai bagian penting dalam penerapan hukum16.
Kesimpulan
Pemikiran Hukum Progresif Satjipto Rahardjo telah memberikan kontribusi yang signifikan dalam perkembangan pemikiran hukum di Indonesia. Dengan menekankan bahwa hukum untuk manusia dan bukan sebaliknya, beliau mengajak para penegak hukum dan teoretisi hukum untuk lebih memperhatikan aspek kemanusiaan dalam penerapan hukum. Konsep "mengalir" dalam Hukum Progresif mencerminkan sifat dinamis dari hukum yang harus terus berkembang sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Pengakuan terhadap pluralisme hukum dan pentingnya nilai spiritualitas dalam hukum menjadikan Teori Hukum Progresif relevan dalam konteks Indonesia yang majemuk. Bagaimana kita dapat menerapkan pemikiran Hukum Progresif dalam praktik hukum sehari-hari? Jawabannya terletak pada keberanian untuk melakukan terobosan hukum yang berorientasi pada keadilan substantif, tidak hanya terpaku pada teks undang-undang.
Referensi
1. Satjipto Rahardjo. (2009). Hukum Progresif Sebuah Sintesa Hukum Indonesia. Jakarta: Genta Publishing, hal. 153.
2. Rahardjo, S. (2009). Hukum Progresif; Sebuah Sintesa Hukum Indonesia. Yogyakarta: Genta Publishing.
3. Turiman. (2023). Memahami Hukum Progresif Prof Satjipto Rahardjo dalam Paradigma "Thawaf". Jurnal Hukum Indonesia, 1-2.
4. Rahardjo, S. (2006). Membedah Hukum Progresif. Jakarta: Penerbit Buku Kompas.
5. Dimyati, K. (2005). Teorisasi Hukum, Studi tentang Perkembangan Pemikiran Hukum di Indonesia 1945-1990. Surakarta: Muhammadiyah University Press, h. 164.
6. Marwan, A. (2013). Satjipto Rahardjo; Sebuah Biografi Intelektual dan Pertarungan Tafsir terhadap Filsafat Hukum Progresif. Yogyakarta & Semarang: Thafa Media bekerjasama dengan Satjipto Rahardjo Institute.