Pernahkah Anda bertanya-tanya apakah lemparan dadu benar-benar acak? Pertanyaan sederhana ini membawa kita pada salah satu misteri terbesar dalam filsafat: apakah alam semesta kita benar-benar bersifat acak atau sudah ditentukan sebelumnya1.
Paradoks Dadu dan Realitas Kebetulan
Dadu tampaknya menjadi contoh sempurna dari kebetulan murni. Ketika kita melempar dadu dua puluh sisi, secara teoritis setiap angka memiliki peluang yg sama untuk muncul2. Namun, filsuf Michael LaBossiere dalam blognya mengungkap sebuah pertanyaan mendalam: "Apakah hasil lemparan itu benar-benar acak, atau hanya terlihat acak karena keterbatasan pengetahuan kita?"
Fenomena ini tidak hanya berlaku pada permainan kasino. Dalam dunia medis, dokter sering menyampaikan diagnosis dlm bentuk persentase: "Anda memiliki 5% kemungkinan terkena penyakit X" atau "Tingkat kematian akibat infeksi ini adalah 1%"3. Tapi benarkah angka-angka ini mencerminkan keacakan sejati?
Dua Alam Semesta, Satu Realitas
Alam Semesta A: Keacakan Metafisik
Bayangkan sebuah alam semesta di mana kebetulan benar-benar ada secara metafisik4. Di sini, setiap kejadian yang tampak acak—seperti seseorang yang meninggal akibat penyakit dgn tingkat kematian 1%—benar-benar ditentukan oleh semacam "lemparan dadu kosmik". Setiap orang yg terinfeksi mendapat kesempatan seperti melempar dadu seratus sisi, dan jika hasilnya adalah angka 1, maka mereka akan meninggal.
Alam Semesta B: Determinisme Tersembunyi
Sebaliknya, alam semesta B tidak memiliki keacakan sama sekali. Di sini, penyakit tetap membunuh 1 dari 100 orang, tetapi bukan karena kebetulan5. Mungkin ada pola tersembunyi—entah genetik, lingkungan, atau bahkan ketentuan ilahi—yg menentukan siapa yang akan menjadi korban ke-100 itu.
Yang mengejutkan adalah: dari perspektif manusia, kedua alam semesta ini akan tampak identik! Kita tidak akan bisa membedakan apakah hidup dalam dunia yang benar-benar acak atau dunia yang sudah ditentukan sebelumnya6.
Keterbatasan Pengetahuan Manusia
Masalah utama dlm memahami hakikat kebetulan terletak pada keterbatasan data dan pengamatan kita. Seperti analogi seseorang yg diberi hasil lemparan dadu tanpa melihat dadunya sendiri—kita bisa membuat inferensi, tetapi tidak pernah yakin seratus persen7.
Dalam konteks penyakit, para peneliti menghitung persentase berdasarkan data historis. Jika dari 100 pasien, 1 meninggal, maka tingkat kematiannya adalah 1%. Namun, ini bisa jadi merupakan pola tersembunyi yang belum kita pahami, bukan keacakan murni.
Implikasi Filosofis dan Praktis
Perdebatan ini memiliki implikasi mendalam bagi cara kita memahami kehidupan. Jika alam semesta benar-benar acak, maka konsep seperti destiny (takdir) atau rencana ilahi mungkin tidak memiliki makna8. Sebaliknya, jika segala sesuatu sudah ditentukan, maka pertanyaan tentang kehendak bebas (free will) menjadi sangat relevan.
Metafisika kebetulan ini juga mempengaruhi bidang-bidang lain seperti fisika kuantum, di mana para ilmuwan masih memperdebatkan apakah ketidakpastian quantum mencerminkan keacakan fundamental atau sekadar keterbatasan pengukuran kita9.
Pencarian Kebenaran yang Terus Berlanjut
Menariknya, beberapa peneliti mencoba mencari pola-pola tersembunyi dalam fenomena yang tampak acak. Misalnya, dalam studi epidemiologi, para ahli berusaha mengidentifikasi faktor-faktor yg membuat seseorang lebih rentan terhadap penyakit tertentu10.
Namun, sejauh ini, kita belum berhasil menentukan secara definitif apakah hidup dalam alam semesta yang acak atau deterministik. Pertanyaan ini tetap menjadi salah satu misteri terbesar dlm filsafat dan sains modern.
Kesimpulan
Rahasia di balik dadu dan kebetulan membawa kita pada refleksi mendalam tentang hakikat realitas. Apakah hidup kita diatur oleh keacakan kosmik atau oleh pola-pola tersembunyi yang belum kita pahami, satu hal yang pasti: keterbatasan pengetahuan manusia membuat kita tidak dapat menjawab pertanyaan ini dengan kepastian mutlak.
Yang terpenting bukan mencari jawaban pasti, melainkan terus bertanya dan mengeksplorasi misteri-misteri alam semesta. Seperti kata pepatah, "The journey is more important than the destination"—perjalanan pencarian kebenaran lebih berharga daripada jawaban final yang mungkin tidak pernah kita temukan.
Referensi
- LaBossiere, M. (2025, Agustus 22). Metaphysics of Chance. A Philosophers Blog. https://aphilosopher.drmcl.com/2025/08/22/metaphysics-of-chance/
- Philosophy Now. (2020, November 30). The Metaphysics of Groundhog Day. https://philosophynow.org/issues/141/The_Metaphysics_of_Groundhog_Day
- Philosophy Now. (2016, November 24). What is Metaphysics Anyway?. https://philosophynow.org/issues/117/What_is_Metaphysics_Anyway
- Archive.org. (2025, Mei 28). Metaphysics And The Philosophy Of Mind: Volume 2. https://archive.org/details/g.-e.-m.-anscombe-metaphysics-and-the-philosophy-of-mind
- Archive.org. (2008, Januari 6). The metaphysics of Sir William Hamilton. https://archive.org/details/metaphysicsofsir00hami
- JSTOR. (2017, Oktober 9). Substantivity in feminist metaphysics. https://www.jstor.org/stable/45094195
- SCIRP. (2025, Agustus 2). Towards a Metaphysics of Quantum Gravity. https://www.scirp.org/journal/paperinformation?paperid=144864
- JSTOR. (2025, April 14). Metaphysics and the Future-Like-Ours Argument Against Abortion. https://www.jstor.org/stable/44077342
- BFI. (2025, Agustus 14). 10 great Eastern European sci-fi films. https://www.bfi.org.uk/lists/10-great-eastern-european-sci-fi-films
- Economic Times. (2025, Agustus 22). Reawaken brittle, buried texts. https://economictimes.indiatimes.com/opinion/et-commentary/reawaken-brittle-buried-texts/articleshow/123459597.cms