{!-- ra:00000000000003ea0000000000000000 --}Filosofi Punk vs Kecerdasan Buatan: Mengapa Nurani Manusia Tak Tergantikan - SWANTE ADI KRISNA
cross
Hit enter to search or ESC to close
Filosofi Punk vs Kecerdasan Buatan: Mengapa Nurani Manusia Tak Tergantikan
28
August 2025

Filosofi Punk vs Kecerdasan Buatan: Mengapa Nurani Manusia Tak Tergantikan

  • 55
  • 28 August 2025

Dalam era dimana artificial intelligence (kecerdasan buatan) semakin meresap ke kehidupan sehari-hari, muncul pertanyaan fundamental tentang esensi komunikasi manusia dan nilai autentisitas. Jeremy Bendik-Keymer, seorang filsuf dari Case Western Reserve University, mengajukan perspektif yang menantang tentang hubungan kita dengan teknologi AI melalui lensa nilai-nilai punk 1.

Nurani sebagai Pembeda Utama

Bendik-Keymer menegaskan bahwa AI tidak memiliki nurani, dan inilah yang membedakannya secara fundamental dari manusia. "Mengapa kita harus berhubungan dengan sesuatu yang tak memiliki nurani seolah-olah itu personal?" tulis Bendik-Keymer 1. Perspektif ini menghadirkan dimensi baru dalam memahami interaksi manusia-AI.

Ketika manusia menulis, mereka memberikan kata mereka - sebuah tindakan yang melibatkan nurani. Chatbot, sebaliknya, tidak dapat memberikan kata mereka karena mereka tidak memiliki kemampuan untuk bertanggung jawab secara moral. Ini menciptakan paradoks dlm komunikasi digital modern.

Konteks Neoliberalisme dan Tekanan Sistem

Penggunaan AI yang masif tidak terjadi dalam ruang hampa. Bendik-Keymer menghubungkan fenomena ini dengan sistem neoliberalisme yang telah menciptakan fragmentasi sistemik, chaos terkontrol, dan generasi kekayaan ke atas 1. AI memperkuat apa yang sudah dimulai oleh neoliberalisme: gaming sistem, peningkatan efisiensi, dan fokus pada produk daripada proses.

Banyak mahasiswa menggunakan AI untuk mengerjakan tugas karena mereka kewalahan dengan tuntutan yang mustahil dipenuhi dari segala arah. Mereka berada dalam "ruang penyiksaan" yang dipenuhi tekanan karena takut mengalami kegagalan ekonomi 1.

Nilai-Nilai Punk sebagai Alternatif

Nilai-nilai asli punk menawarkan alternatif yang relevan: jangan menjual diri, jadilah diri sendiri dengan segala kegagalannya, tolak sistem eksploitatif, dan berikan seluruh hati serta passion meski berantakan, tetap setia pada koneksi manusia dan kesetaraan sosial 1.

Filosofi ini menantang logika kesuksesan yang didorong AI. Kesuksesan yang melibatkan kehilangan pikiran dan membuang kesempatan untuk berkembang sebagai manusia bukanlah kesuksesan sejati.

Implikasi dalam Pendidikan dan Hubungan

Para pendidik perlu mempertimbangkan kembali peran mereka dalam sistem yang menciptakan tekanan berlebihan pada siswa. Struktur neoliberalisme perlu dibongkar untuk mengatasi masalah AI secara mendasar 1.

Meghan O'Rourke, yang juga dirujuk dalam esai Bendik-Keymer, menunjukkan bagaimana AI "meniru interioritas manusia tanpa nilai-nilainya" 1. Ini menciptakan ilusi komunikasi interpersonal tanpa substansi moral yang mendasarinya.

Kesimpulan

Debat tentang AI bukan hanya soal teknologi, melainkan tentang esensi kemanusiaan itu sendiri. Pilihan untuk tetap autentik, meski berantakan dan penuh kegagalan, lebih bermakna daripada efisiensi tanpa jiwa yang ditawarkan AI. Seperti yang dinyatakan Bendik-Keymer, "Jauh lebih baik gagal dan berantakan sambil hidup sesuai nurani dengan sepenuh hati" 1.

Referensi

  • Bendik-Keymer, J. (2025, 28 Agustus). Punk's Original Values in the Age of Idiocy ("AI"). Blog of the APA. https://blog.apaonline.org/2025/08/28/punks-original-values-in-the-age-of-idiocy/
Download PDF tentang Krisis Nurani di Era Kecerdasa (telah di download 3 kali)
  • Filosofi Punk vs Kecerdasan Buatan: Mengapa Nurani Manusia Tak Tergantikan
    Penelitian ini mengeksplorasi dimensi filosofis dari interaksi manusia dengan artificial intelligence (kecerdasan buatan) melalui lensa nilai-nilai punk dan etika komunikasi. Dengan menganalisis konsep nurani sebagai pembeda fundamental antara manusia dan mesin, artikel ini meneliti bagaimana penggunaan AI chatbots mempengaruhi autentisitas, tanggung jawab moral, dan kualitas hubungan interpersonal dalam konteks sistem neoliberal yang eksploitatif.
Penulis
Swante Adi Krisna
Penikmat musik Ska, Reggae dan Rocksteady sejak 2004. Gooners sejak 1998. Blogger dan SEO paruh waktu sejak 2014. Graphic Designer autodidak sejak 2001. Website Programmer autodidak sejak 2003. Woodworker autodidak sejak 2024. Sarjana Hukum Pidana dari salah satu Perguruan Tinggi Negeri di Surakarta. Magister Hukum Pidana di bidang cybercrime dari salah satu Perguruan Tinggi Swasta di Surakarta. Magister Kenotariatan di bidang hukum teknologi, khususnya cybernotary dari salah satu Perguruan Tinggi Negeri di Surakarta. Bagian dari Keluarga Besar Kementerian Pertahanan Republik Indonesia.