Teknologi artificial intelligence (AI/kecerdasan buatan) menghadirkan tantangan baru dalam mempertahankan kepercayaan antarmanusia. Eli Alshanetsky dari Temple University mengusulkan solusi infrastruktur yang disebut interaction layer (lapisan interaksi) untuk menjaga otonomi pemikiran manusia ketika AI menjadi medium komunikasi.1 Pendekatan ini dimulai dari ruang kelas sebagai tempat uji coba protokol kepercayaan yang dapat diterapkan ke berbagai profesi.
Masalah Kepercayaan dalam Mediasi AI
Ketika seseorang mengaku menggunakan AI "hanya untuk brainstorming (curah gagasan) dan penyuntingan," muncul pertanyaan mendasar: apakah kita benar-benar percaya?1 Bukan soal kepercayaan pada teknologi AI itu sendiri. Masalahnya adalah kepercayaan antarmanusia ketika AI masuk dalam proses komunikasi. Garis antara penalaran manusia dan pengaruh model AI menjadi kabur bahkan ketika tidak ada kebohongan.
Di bidang hukum, kedokteran, dan jurnalisme, AI sudah membantu analisis, penyusunan dokumen, dan diagnosis.1 Namun ketika peran AI sulit dipastikan, kita tidak bisa yakin apakah profesional yang mengendalikan proses atau justru sebaliknya. Kepercayaan harus bertumpu pada cara kerja dilakukan, bukan hanya hasil akhir. Diagnosis yang terdengar masuk akal bisa saja melewatkan tes penting; strategi hukum yang tampak sempurna mungkin menyembunyikan kompromi yang hanya advokat berpengalaman yang menyadarinya.
Krisis di Dunia Pendidikan
Pendidikan mengalami dampak keras karena proses dan produk terikat erat.1 Proses bukan sekadar validasi produk, tetapi bagian dari nilai produk itu sendiri. Esai yang kasar tetap bermakna jika mahasiswa benar-benar bergulat dengan ide. Ketika karya tidak lagi mencerminkan pemikiran mahasiswa, umpan balik pengajar kehilangan sasaran. Pembelajaran runtuh, dan gelar akademik berhenti menjamin apa pun yang dapat diandalkan.
Model AI yang meniru isyarat penalaran mendorong orang jatuh pada heuristik kasar: tulisan lancar berarti AI, tulisan canggung berarti asli. Di berbagai profesi, muncul fenomena "authorship-vibes" (kesan kepenulisan) berupa ketidaksempurnaan bergaya, frasa idiosinkratik, dan isyarat performatif lain untuk menandakan kemanusiaan.1 Ini menguntungkan orang dalam yang percaya diri dan merugikan penulis cemas atau bukan penutur asli yang berisiko dianggap "mirip AI" apa pun yang mereka tulis.
| Bidang Profesional ๐ข | Penggunaan AI Saat Ini | Tantangan Kepercayaan |
|---|---|---|
| Hukum โ๏ธ | Analisis dokumen, penyusunan strategi | Tidak jelas siapa yang mengendalikan keputusan |
| Kedokteran ๐ฅ | Diagnosis, analisis medis | Risiko melewatkan tes penting |
| Jurnalisme ๐ฐ | Penulisan, riset berita | Kredibilitas sumber informasi |
| Pendidikan ๐ | Penulisan esai, tugas akademik | Umpan balik kehilangan sasaran |
| Keuangan ๐ฐ | Analisis risiko, investasi | Transparansi pengambilan keputusan |
| Teknik ๐ง | Desain, perhitungan teknis | Akuntabilitas hasil kerja |
| Konsultasi ๐ | Rekomendasi strategis | Kepastian sumber wawasan |
Solusi: Lapisan Interaksi sebagai Protokol
Alshanetsky mengajukan kerangka kerja terbuka yang membuat kondisi penggunaan AI transparan tanpa pengawasan atau memaksa perubahan cara mengajar.1 Pendekatan dari bawah ke atas ini mengatur bagaimana AI diizinkan masuk dan beroperasi dalam praktik manusia. Jika masalah dapat diselesaikan di ruang kelas, pendidikan bisa menawarkan model untuk bidang lain di mana kepercayaan dan akuntabilitas bergantung pada proses.
Ketika fitur permukaan penalaran mudah dipalsukan, kita memerlukan cara membuat penalaran nyata muncul.1 Para filsuf tidak asing dengan tugas ini. Ketika sofis menguasai aspek performatif argumen untuk membuat argumen lemah terlihat lebih kuat, filsuf tidak merespons dengan "kesan tandingan" tetapi mengartikulasikan kerangka kerja seperti logika. Sofis masih bisa menyelipkan premis palsu, tetapi pelanggarannya menjadi dapat diperiksa.
Protokol Bukan Alat, Tetapi Aturan Bersama
Protokol bukanlah alat atau perangkat lunak, melainkan seperangkat aturan bersama yang memungkinkan jenis komunikasi tertentu.1Browser (peramban) Anda dapat berbicara dengan situs web hanya karena kedua sisi mengikuti aturan yang sama: IP (Internet Protocol/Protokol Internet) menentukan bagaimana data dialamatkan sehingga dapat diarahkan; HTTPS memastikan pertukaran tidak dirusak. Jika salah satu pihak melanggar aturan, komunikasi tidak akan berjalan.
Protokol interaksi untuk AI menerapkan ide yang sama pada tugas apa pun yang dimediasi AI: penulisan, terjemahan, analisis, pembuatan gambar atau video.1 Ini mendefinisikan aturan bersama di mana pertukaran berbantuan AI berlangsung. Tanpa protokol tersebut, penggunaan AI seperti web awal: Anda melihat hasilnya, tetapi tidak bisa melihat apa yang dilakukan sepanjang jalan.
Implementasi di Ruang Kelas
Jika silabus Anda mencakup kebijakan AI, Anda sudah memiliki protokol interaksi informal: "Gunakan AI hanya untuk X," "Jika ya, ungkapkan."1 Lapisan interaksi memungkinkan Anda membangun ekspektasi tersebut ke dalam proses pengiriman tugas. Alih-alih mencoba mendeteksi penggunaan AI setelahnya, mode yang diizinkan ditetapkan di awal dan menjadi satu-satunya yang akan diterima sistem.
Ada banyak mode yang mungkin, tetapi dua berada di kutub: satu tanpa AI sama sekali, dan satu yang memungkinkan dukungan AI penuh dipasangkan dengan pemeriksaan kepenulisan.1
- Mode Bebas AI: Mahasiswa menulis di jendela sederhana yang memblokir panggilan model eksternal dan mencegah penempelan teks masuk atau keluar, setiap kalimat harus dihasilkan oleh mereka.
- Pemeriksaan Kepenulisan: Mode utama yang sedang diujicobakan di laboratorium Alshanetsky, mahasiswa dapat menggunakan AI secara bebas saat menyusun draf, tetapi sebelum mengirim mereka menyelesaikan interaksi singkat dengan asisten AI yang mengajukan segelintir petunjuk revisi mikro yang diambil dari draf mahasiswa sendiri.
- Mode Berbantuan AI: Pengajar menetapkan batasan, mungkin AI boleh membantu brainstorming tetapi tidak menyusun draf, atau menyusun draf tetapi tidak merevisi.
- Mode Sokratik: Dapat mendorong refleksi tanpa menghasilkan prosa, membantu mahasiswa mengembangkan kebiasaan berpikir saat bekerja dengan AI.
Bukan Larangan, Tetapi Definisi Tugas
Selama interaksi pemeriksaan kepenulisan, sistem memeriksa apakah mahasiswa dapat bekerja dengan teks mereka sendiri secara real time (waktu nyata).1 Sistem tidak menganalisis gaya, mencoba "mendeteksi AI," atau menguji pengetahuan konten. Sistem memverifikasi sesuatu yang jauh lebih sempit: apakah suntingan sesuai, revisi tetap koheren, dan mahasiswa benar-benar dapat menghuni dan memanipulasi prosa yang mereka kirimkan daripada menyerahkan keluaran model sekali jadi yang tidak pernah mereka sentuh secara kognitif.
Pengajar tidak pernah melihat interaksi, tidak ada log keystroke (ketukan tombol), tidak ada rekaman layar.1 Sistem tidak memberi nilai. Perannya bukan menggantikan pengajar, tetapi menjaga umpan balik Anda tetap terhubung dengan karya mahasiswa aktual daripada teks yang dihasilkan AI yang tidak diproses mahasiswa. Bahkan Anda dapat mengembalikan umpan balik Anda sendiri dalam mode tertentu, sehingga mahasiswa tahu apakah dan bagaimana Anda menggunakan AI juga.
Tata Kelola, Bukan Gawai
Lapisan interaksi bukanlah produk atau pedagogi, melainkan arsitektur tata kelola.1 Seperangkat aturan bersama yang memungkinkan pendidik dan profesi mendefinisikan persyaratan di mana AI dapat memasuki praktik mereka. Dalam pengertian itu, lapisan interaksi memainkan peran untuk AI yang mirip dengan peran protokol internet terbuka untuk komunikasi digital: bukan gawai atau alat, tetapi aturan mendasar yang membuat pertukaran yang dimediasi dapat diandalkan dan dapat diatur.
Tanpa arsitektur seperti itu, standar akan ditetapkan untuk kita oleh vendor, tim manajemen risiko, atau kesan kepenulisan apa pun yang kebetulan sedang populer.1 Jalan ke depan bukan meminta perusahaan teknologi membangun "mode pembelajaran" untuk kita. Jika aturan kapan proses berbantuan AI dianggap sah hidup di dalam produk swasta, institusi tidak dapat mendasarkan otoritas mereka pada aturan tersebut.
Vendor harus menyediakan model yang kuat dan aman. Tetapi standar kapan bantuan AI dapat diterima dalam pekerjaan akademik dan profesional harus hidup di lapisan interaksi, di mana institusi publik dan komunitas profesional dapat mendefinisikan dan menegakkannya.1 Dan jika standar tersebut dimaksudkan untuk melindungi agensi kita, standar harus bertumpu pada pemahaman berprinsip tentang apa artinya bagi pemikiran untuk tetap menjadi milik kita ketika medium yang kita gunakan untuk berpikir itu sendiri cerdas.
Kesimpulan
Masalah mendesak yang ditimbulkan AI bukanlah superinteligensi yang memberontak, melainkan masalah komunikasi dan politik.1 AI dengan cepat menjadi medium pemikiran dan komunikasi, saluran yang berada di antara kita. Standar yang kita bangun sekarang akan membentuk pemikiran jauh setelah alat hari ini hilang. Protokol interaksi menawarkan cara untuk mempertahankan kepercayaan dan otonomi kognitif di era di mana AI menjadi tidak terhindarkan. Kepercayaan masih menjadi bahan yang hilang dalam ledakan AI,2 dan solusinya memerlukan gerakan politik yang menyerukan implementasi protokol bersama yang melindungi penilaian manusia.
Daftar Pustaka
- Weinberg, Justin. "Beyond Authorship Vibes: Preserving Judgment and Trust in the Age of AI (guest post)." Daily Nous, 18 November 2025. https://dailynous.com/2025/11/18/beyond-authorship-vibes-preserving-judgment-and-trust-in-the-age-of-ai-guest-post/
- Website. "Trust is the missing ingredient in the AI boom." MSN, 18 November 2025. https://www.msn.com/en-us/money/other/trust-is-the-missing-ingredient-in-the-ai-boom/ar-AA1QFcdy


