{!-- ra:00000000000003ed0000000000000000 --}Mengurangi Aborsi: ⚖️ Antara Pembatasan dan Solusi Sosial yang Adil - SWANTE ADI KRISNA
cross
Hit enter to search or ESC to close
Mengurangi Aborsi: ⚖️ Antara Pembatasan dan Solusi Sosial yang Adil
8
October 2025

Mengurangi Aborsi: ⚖️ Antara Pembatasan dan Solusi Sosial yang Adil

  • 2
  • 08 October 2025
Mengurangi Aborsi: ⚖️ Antara Pembatasan dan Solusi Sosial yang Adil

Hampir semua orang setuju. Mengurangi jumlah aborsi adalah tujuan yang diinginkan bersama. Baik mereka yang menentang aborsi maupun yang mendukung pilihan perempuan—keduanya ingin melihat lebih sedikit aborsi terjadi. Mengapa? Karena pada dasarnya, aborsi adalah sebuah keputusan berat. Perempuan tidak ingin berada dalam situasi di mana aborsi terasa seperti satu-satunya pilihan.

Namun di sini letak permasalahannya. Bagaimana cara mengurangi aborsi yang sebenarnya efektif? Pertanyaan ini telah memicu perdebatan berkelanjutan di Amerika Serikat dan sedang beresonansi di berbagai negara, termasuk Indonesia.

Filosofi di Balik Pendekatan Berbeda

Filsuf Michael LaBossiere menjelaskan posisinya: "Saya memiliki oposisi umum terhadap pembunuhan, tetapi saya menerima bahwa pembunuhan dapat dibenarkan secara moral dalam kasus-kasus tertentu." Ini bukan posisi pro-aborsi. Ini adalah posisi pro-kehidupan yang lebih nuansa—mengutamakan kehidupan namun mengakui kompleksitas moral aborsi 1.

Pandangan ini berbeda dari framing "pro-life versus pro-choice" yang sering diperdebatkan. LaBossiere percaya bahwa mengurangi aborsi melalui pembatasan hukum—seperti periode tunggu dan pembatasan klinik—justru adalah cara yang salah. Beban terlalu berat diletakkan pada perempuan. Mereka harus menjalani perjalanan jauh, mengeluarkan biaya besar, mengambil cuti kerja. Semuanya hanya untuk mengakses prosedur medis yang legal 1.

Mengapa Pembatasan Hukum Tidak Adil?

Sejak Mahkamah Agung Amerika Serikat mencabut perlindungan konstitusional aborsi pada 2022, dampak negatif telah terasa oleh perempuan dan keluarganya 2. Penelitian menunjukkan lonjakan kekerasan dan ancaman terhadap kelompok rentan, termasuk perempuan yang ingin mengakses layanan kesehatan reproduksi 2.

Masalah terbesar? Kebijakan pembatasan aborsi sering kali hanya memindahkan biaya dari negara ke individu. Mereka yang paling dirugikan adalah perempuan berpenghasilan rendah. Tidak memiliki kendaraan? Sulit untuk ke klinik yang jauh. Tidak bisa ambil cuti? Pekerjaan bisa hangus. Tidak punya uang untuk prosedur? Terdesak mencari jalan lain—bahkan metode berbahaya 1.

Solusi Sosial yang Lebih Efektif

Jika tujuan sebenarnya adalah mengurangi aborsi, ada pendekatan yang lebih efektif. Pertama, mengurangi kekerasan seksual terhadap perempuan. Kekerasan seksual adalah penyebab beberapa kehamilan yang tidak diinginkan. Program perlindungan korban dan edukasi pencegahan kekerasan bisa secara signifikan mengurangi kebutuhan aborsi, sambil memastikan keselamatan perempuan 1.

Kedua? Pendidikan seks yang efektif dan akses mudah ke alat kontrasepsi. Ini bukanlah hal baru. Negara-negara Skandinavia menerapkan pendekatan ini—dan hasilnya? Tingkat aborsi mereka sangat rendah. Ketika orang memahami seksualitas dan memiliki akses ke pencegahan kehamilan, aborsi tidak perlu terjadi 1.

Ketiga, dukungan sosial yang nyata untuk ibu dan anak. Perawatan anak yang terjangkau. Bantuan finansial untuk keluarga berpenghasilan rendah. Cuti orang tua yang dibayar. Peningkatan gaji untuk perempuan yang bekerja di sektor informal. Semua ini membuat keputusan untuk melanjutkan kehamilan menjadi lebih dapat diwujudkan 1.

Keadilan Distributif dan Tanggung Jawab Bersama

Intinya: jika kita percaya aborsi adalah masalah moral, maka biaya pengurangan aborsi harus ditanggung bersama. Bukan hanya oleh perempuan yang sedang hamil. Masyarakat harus berbagi beban ini. Itu adalah keadilan. Itu adalah tanggung jawab yang sesungguhnya 1.

Di Indonesia, situasi berbeda tetapi relevan. Undang-Undang Kesehatan tahun 2023 mengatur ketentuan aborsi, memungkinkan prosedur legal dalam kasus-kasus tertentu seperti ancaman nyata terhadap kehidupan ibu atau kehamilan akibat pemerkosaan 3. Namun masih ada kesenjangan antara hukum dan implementasi di lapangan.

Aborsi ilegal masih terjadi. Seorang bidan dan ibu rumah tangga di Bekasi ditangkap karena melakukan praktik aborsi ilegal menggunakan obat penggugur kandungan pada 2024 4. Kasus ini menunjukkan bahwa larangan ketat tidak menghilangkan aborsi—hanya membawanya ke wilayah gelap dan berbahaya.

Kesimpulan: Kehidupan, Keadilan, dan Pilihan

Mengurangi aborsi adalah tujuan logis. Tetapi cara mencapainya penting. Pembatasan hukum saja tidak cukup. Diperlukan perubahan sosial yang lebih luas: keamanan yang lebih baik untuk perempuan, akses ke pendidikan dan kontrasepsi, dukungan ekonomi untuk keluarga, dan perlindungan hak anak-anak yang ada.

Ini bukan hanya tentang moral. Ini tentang praktik. Ini tentang keadilan. Ketika kita benar-benar peduli pada mengurangi aborsi, kita harus bersedia membayar harga—bukan dengan melemparkan beban pada perempuan, tetapi dengan membangun masyarakat yang membuat aborsi tidak lagi terasa seperti satu-satunya pilihan.


Daftar Pustaka

Download PDF tentang Etika Pro-Life (Pro-Kehidupan) (telah di download 9 kali)
  • Mengurangi Aborsi: ⚖️ Antara Pembatasan dan Solusi Sosial yang Adil
    Diskursus etika aborsi kerap terjebak dalam dikotomi pro-choice (pro-pilihan) dan anti-abortion (anti-aborsi), padahal terdapat posisi filosofis ketiga yang mengadvokasi pengurangan aborsi melalui distribusi beban moral yang adil kepada masyarakat, bukan hanya kepada perempuan, dengan menekankan dukungan sosial, pendidikan seksual, dan kesetaraan gender sebagai strategi etis mengurangi kebutuhan aborsi tanpa menghilangkan hak reproduksi.
Penulis
Swante Adi Krisna
Penikmat musik Ska, Reggae dan Rocksteady sejak 2004. Gooners sejak 1998. Blogger dan SEO paruh waktu sejak 2014. Graphic Designer autodidak sejak 2001. Website Programmer autodidak sejak 2003. Woodworker autodidak sejak 2024. Sarjana Hukum Pidana dari salah satu Perguruan Tinggi Negeri di Surakarta. Magister Hukum Pidana di bidang cybercrime dari salah satu Perguruan Tinggi Swasta di Surakarta. Magister Kenotariatan di bidang hukum teknologi, khususnya cybernotary dari salah satu Perguruan Tinggi Negeri di Surakarta. Bagian dari Keluarga Besar Kementerian Pertahanan Republik Indonesia.