{!-- ra:00000000000003ec0000000000000000 --}Meta Hentikan Program Fact-Checking (Pemeriksaan Fakta) di Amerika Serikat: Langkah Baru Moderasi Konten - SWANTE ADI KRISNA
cross
Hit enter to search or ESC to close
Meta Hentikan Program Fact-Checking (Pemeriksaan Fakta) di Amerika Serikat: Langkah Baru Moderasi Konten
24
May 2025

Meta Hentikan Program Fact-Checking (Pemeriksaan Fakta) di Amerika Serikat: Langkah Baru Moderasi Konten

  • 1
  • 24 May 2025
Meta Hentikan Program Fact-Checking (Pemeriksaan Fakta) di Amerika Serikat: Langkah Baru Moderasi Konten

Januari 2025 menjadi penanda perubahan besar dalam kebijakan Meta. Perusahaan raksasa media sosial ini mengumumkan penghentian program fact-checking pihak ketiga di Amerika Serikat1. Keputusan ini menggantikan strategi lama yang mengandalkan moderasi terpusat melalui pemeriksa fakta independen bersertifikat IFCN (Jaringan Pemeriksaan Fakta Internasional) dengan sistem baru bernama collaborative moderation atau moderasi kolaboratif. Pengguna kini dapat menambahkan informasi ke community notes (catatan komunitas) yang ditampilkan di samping konten, dan setelah divalidasi pengguna lain, catatan tersebut menjadi publik.

Mark Zuckerberg menyatakan alasan di balik perubahan ini. Dia menilai sistem lama terlalu bias dan merusak kepercayaan pengguna2. Model fact-checking sebelumnya diklaim telah menciptakan "terlalu banyak sensor" menurut Meta sendiri. Namun, keputusan ini langsung memicu kritik tajam dari para ahli disinformasi yang memperingatkan risiko banjir informasi keliru3.

Latar Belakang Hukum: Section 230 dan Kebebasan Berekspresi

Platform media sosial beroperasi di bawah perlindungan 47 U.S.C. § 230 dari Communications Decency Act (Undang-Undang Kesopanan Komunikasi). Aturan ini menegaskan platform tidak dianggap sebagai penerbit atau pembicara dari informasi yang disediakan penyedia konten lain—dalam hal ini pengguna1. Section 230 lahir dari kehendak politik untuk melindungi kebebasan berbicara saat internet berkembang menjadi world wide web pada 1990-an. Di satu sisi melindungi platform dari tanggung jawab konten ilegal pihak ketiga, di sisi lain mendorong pengawasan mandiri terhadap materi ofensif.

Namun interpretasi pengadilan yang luas membuat banyak pihak berpendapat platform online menyalahgunakan imunitas tersebut dan memegang terlalu banyak kekuasaan.

Moderasi Konten: Antara Tanggung Jawab dan Hak First Amendment

Moderasi konten memainkan peran penting melindungi komunitas rentan—anak-anak, remaja, penyandang disabilitas, imigran, anggota komunitas LGBTQIA+—dari bahaya seperti disinformasi, pelecehan, kekerasan berbasis gender1. Media sosial dapat digunakan untuk tujuan jahat: menghasut kekerasan, self-harm (menyakiti diri sendiri), propaganda teroris, cyberbullying (perundungan siber), cyberstalking (penguntitan siber). Ujaran kebencian di media sosial berdampak nyata di dunia—cyberbullying berulang kali dikaitkan dengan tingkat bunuh diri pada anak di bawah umur.

Kategori Risiko 🛡️Contoh Bahaya 🚨Kelompok Rentan 👥
DisinformasiBerita palsu, hoaks kesehatanLansia, remaja
Kekerasan SiberCyberbullying, cyberstalkingAnak, remaja, perempuan
Konten EkstremPropaganda teroris, hasutan kekerasanPemuda, komunitas minoritas
Ujaran KebencianDiskriminasi SARA, pelecehanLGBTQIA+, imigran
Konten SeksualEksploitasi anak, pornografiAnak-anak, remaja
Manipulasi PsikologisPromosi self-harm, gangguan makanRemaja, penyandang disabilitas mental
PenipuanPhishing, penipuan finansialLansia, pengguna baru

Kate Klonick dalam The New Governors: The People, Rules, and Processes Governing Online Speech menyatakan salah satu motivasi utama moderasi konten adalah tanggung jawab korporat: platform mengawasi konten dari rasa kewajiban sosial dan etis1. Dalam pengertian ini, moderasi konten melalui kebijakan fact-checking tidak sama dengan sensor.

Amandemen Pertama (First Amendment) melindungi dari pembatasan bicara oleh pemerintah, bukan pembatasan yang dilakukan entitas privat. Pengadilan berulang kali memutuskan perusahaan swasta, termasuk platform media sosial, bukan aktor negara sehingga tidak terikat Amandemen Pertama seperti pemerintah dan entitas publik. Dalam Manhattan Community Access Corp. v. Halleck (2019), Mahkamah Agung memutuskan entitas privat bukan aktor negara kecuali mereka menjalankan fungsi yang secara tradisional eksklusif milik pemerintah1.

Pengalaman Platform X dan Kekhawatiran Masa Depan

Pengalaman platform X menunjukkan community notes berkinerja buruk dalam memastikan kesejahteraan pengguna. Sejak memberhentikan tim moderasi konten, mengadopsi standar community notes, dan menarik diri dari EU Code of Practice on Disinformation (Kode Praktik Uni Eropa tentang Disinformasi), tingkat ujaran kebencian di X meningkat signifikan1.

Meta menghadapi berbagai tantangan terkait keamanan pengguna. Penelitian internal Meta sendiri menunjukkan sistem keamanan Instagram yang ada gagal mendeteksi 98,5% konten yang berpotensi tidak pantas untuk remaja4. Perusahaan juga meluncurkan fitur keamanan baru untuk melindungi lansia dari penipuan online5. WhatsApp menguji fitur pemeriksaan fakta real-time dengan "Ask Meta AI"6.

Di tingkat internasional, Uni Eropa menuduh Meta melanggar Digital Services Act (Undang-Undang Layanan Digital) terkait penanganan konten ilegal7. Sementara itu, pemeriksa fakta di Afrika mencari cara bertahan hidup setelah Meta dan Google menarik pendanaan8.

Kesimpulan

Perubahan kebijakan Meta mencerminkan ketegangan antara kebebasan berekspresi dan keamanan pengguna. Hukum dan preseden kasus mendukung temuan bahwa platform media sosial seperti Meta bebas mengadopsi praktik moderasi konten mereka sendiri tanpa melibatkan hak konstitusional. Meskipun model fact-checking terpusat sebelumnya menghadapi banyak tantangan seperti skala, jenis moderasi konten ini, terutama melalui pemeriksa fakta independen yang terspesialisasi, bekerja lebih baik sebagai praktik bertanggung jawab yang meningkatkan keamanan, tanpa membahayakan kebebasan berbicara pengguna atau platform1.

Hanya waktu yang akan menunjukkan apakah format moderasi konten baru Meta akan menyebabkan lonjakan terjadinya bahaya yang ada dan bahaya baru. Sementara itu, masyarakat dan pengadilan harus mengawasi hasil dan perkembangan kebijakan baru ini untuk menjamin penegakan undang-undang dan preseden.

Daftar Pustaka

  • Sampaio, B. (2025, Mei 24). "Meta's Fact-Checking Rollback: Governance, Free Speech, and User Safety". Berkeley Technology Law Journal. https://btlj.org/2025/05/metas-fact-checking-rollback-governance-free-speech-and-user-safety/
  • The Jakarta Post. (2025, Januari 9). "Meta Stop Fact Check Feature, Mark Zuckerberg's Reason: Too Biased and Damaging to Trust". https://en.tempo.co/read/1961777/meta-stop-fact-check-feature-mark-zuckerbergs-reason-too-biased-and-damaging-to-trust
  • The Jakarta Post. (2025, Januari 7). "Disinformation experts slam Meta decision to end US fact-checking". https://www.thejakartapost.com/culture/2025/01/08/disinformation-experts-slam-meta-decision-to-end-us-fact-checking.html
  • Mathrubhumi. (2025, Oktober 20). "Meta's own research: Instagram safety systems fail to shield teens from harmful content". https://english.mathrubhumi.com/technology/instagram-teen-body-image-meta-study-safety-w0pl7j5w
  • Indian Express. (2025, Oktober 21). "Meta expands safety tools to help older adults stay safe from online scams". https://indianexpress.com/article/technology/meta-expands-safety-tools-to-help-older-adults-stay-safe-from-online-scams-10319394/
  • Exchange4Media. (2025, September 23). "WhatsApp tests real-time fact-checking with 'Ask Meta AI'". https://www.exchange4media.com/digital-news/whatsapp-tests-real-time-fact-checking-with-ask-meta-ai-147760.html
  • Irish Times. (2025, Oktober 24). "EU accuses Meta of failing to police illegal content online". https://www.irishtimes.com/technology/big-tech/2025/10/24/eu-accuses-meta-of-failing-to-police-illegal-content-online/
  • Poynter. (2025, Oktober 16). "As tech giants retreat, Africa's fact-checkers are finding new ways to survive". https://www.poynter.org/fact-checking/2025/africa-fact-checking-minus-google-meta-support/
Download PDF tentang Transformasi Kebijakan Moderas (telah di download 0 kali)
Penulis
Swante Adi Krisna
Penikmat musik Ska, Reggae dan Rocksteady sejak 2004. Gooners sejak 1998. Blogger dan SEO paruh waktu sejak 2014. Graphic Designer autodidak sejak 2001. Website Programmer autodidak sejak 2003. Woodworker autodidak sejak 2024. Sarjana Hukum Pidana dari salah satu Perguruan Tinggi Negeri di Surakarta. Magister Hukum Pidana di bidang cybercrime dari salah satu Perguruan Tinggi Swasta di Surakarta. Magister Kenotariatan di bidang hukum teknologi, khususnya cybernotary dari salah satu Perguruan Tinggi Negeri di Surakarta. Bagian dari Keluarga Besar Kementerian Pertahanan Republik Indonesia.