{!-- ra:00000000000003ea0000000000000000 --}Riset MIT 🧠 Ungkap Model AI Reasoning Punya Biaya Berpikir Mirip Otak Manusia - SWANTE ADI KRISNA
cross
Hit enter to search or ESC to close
Riset MIT 🧠 Ungkap Model AI Reasoning Punya Biaya Berpikir Mirip Otak Manusia
19
November 2025

Riset MIT 🧠 Ungkap Model AI Reasoning Punya Biaya Berpikir Mirip Otak Manusia

  • 2
  • 19 November 2025
Riset MIT 🧠 Ungkap Model AI Reasoning Punya Biaya Berpikir Mirip Otak Manusia

Ilmuwan MIT McGovern Institute menemukan kesamaan mengejutkan antara cara model AI reasoning (reasoning models) dan manusia memproses masalah kompleks. Semakin sulit problem, semakin lama waktu yang dibutuhkan keduanya.1 Ini bukan kebetulan.

Tim peneliti dipimpin Evelina Fedorenko, profesor ilmu otak dan kognitif. Hasil riset dipublikasikan jurnal PNAS pada 19 November 2025. Fakta bahwa ada konvergensi ini benar-benar cukup mengejutkan, ujar Fedorenko.1

Mengapa Model Reasoning Berbeda dari LLM Biasa

Large Language Models (LLM) seperti ChatGPT dulu mudah dibuat bingung. Soal matematika? Gagal. Penalaran kompleks? Payah. Tapi sekarang beda ceritanya.

Model reasoning dilatih memecahkan masalah langkah demi langkah. Andrea Gregor de Varda, peneliti postdoctoral di lab Fedorenko, menjelaskan: Performa menjadi jauh lebih kuat jika model dibiarkan memecah masalah ke dalam bagian-bagian.1 Metode reinforcement learning (pembelajaran penguatan) memberi reward untuk jawaban benar dan penalti untuk salah.

Perkembangan ini sejalan dengan munculnya model-model baru. GPT-5.1 dari OpenAI kini hadir dengan fitur adaptive thinking.2 Google juga meluncurkan Gemini 3 yang unggul di berbagai benchmark.3

Eksperimen: Token versus Waktu

De Varda membandingkan manusia dan AI dengan tujuh jenis masalah berbeda. Untuk manusia, diukur waktu respons dalam milidetik. Untuk AI? Bukan waktu proses karena itu tergantung hardware.

Yang diukur adalah token—bagian dari rantai pikiran internal model. Seolah-olah mereka berbicara dengan diri sendiri, kata de Varda.1

📊 Jenis Masalah🧠 Manusia🤖 AI Reasoning📈 Tingkat Kesulitan
Aritmetika NumerikCepatToken SedikitRendah
Penalaran IntuitifSedangToken SedangSedang
Logika DeduktifSedangToken SedangSedang
Pemecahan PolaLamaToken BanyakTinggi
Penalaran SpasialLamaToken BanyakTinggi
Inferensi AbstrakSangat LamaToken Sangat BanyakSangat Tinggi
ARC ChallengePaling LamaToken Paling BanyakTertinggi

Hasilnya konsisten. Problem yang membuat manusia berpikir lama juga membuat AI menghasilkan lebih banyak token. ARC challenge—dimana pasangan grid berwarna merepresentasikan transformasi yang harus diinferensi—paling menguras kedua belah pihak.

Implikasi untuk Industri AI

Temuan ini punya dampak luas. Perusahaan teknologi besar seperti Amazon dan Microsoft terus menggelontorkan investasi masif untuk AI.4 Biaya kepatuhan regulasi AI global diprediksi mencapai 5 miliar dolar AS pada 2027.5

Di sisi lain, model AI buatan Tiongkok dengan biaya rendah mulai mengejar ketertinggalan. Kimi K2 Thinking dari Moonshot bahkan mengalahkan ChatGPT dan Claude di beberapa benchmark utama.6

Kesimpulan: Konvergensi yang Tidak Disengaja

Yang menarik, kesamaan ini tidak dirancang. Orang yang membangun model ini tidak peduli apakah mereka melakukannya seperti manusia. Mereka hanya ingin sistem yang bekerja baik, tegas Fedorenko.1

Namun pertanyaan besar masih tersisa. Apakah model menggunakan representasi informasi serupa otak manusia? Bagaimana representasi itu ditransformasi menjadi solusi? Tim peneliti masih menyelidiki.

Satu hal pasti: meski model reasoning menghasilkan monolog internal saat memecahkan masalah, mereka tidak selalu menggunakan bahasa untuk berpikir. Output sering mengandung error atau bagian tidak masuk akal, meski jawaban akhir benar. Komputasi internal kemungkinan terjadi di ruang representasi abstrak non-linguistik—mirip cara manusia yang tidak menggunakan bahasa untuk berpikir.

Daftar Pustaka

Download PDF tentang Konvergensi Biaya Kognitif ant (telah di download 2 kali)
Penulis
Swante Adi Krisna
Penikmat musik Ska, Reggae dan Rocksteady sejak 2004. Gooners sejak 1998. Blogger dan ai paruh waktu sejak 2014. Graphic Designer autodidak sejak 2001. Website Programmer autodidak sejak 2003. Woodworker autodidak sejak 2024. Sarjana Hukum Pidana dari salah satu Perguruan Tinggi Negeri di Surakarta. Magister Hukum Pidana di bidang cybercrime dari salah satu Perguruan Tinggi Swasta di Surakarta. Magister Kenotariatan di bidang hukum teknologi, khususnya cybernotary dari salah satu Perguruan Tinggi Negeri di Surakarta. Bagian dari Keluarga Besar Kementerian Pertahanan Republik Indonesia.