Permintaan energi dari artificial intelligence (kecerdasan buatan) generatif terus meningkat dramatis. Laporan International Energy Agency April 2025 memprediksi konsumsi listrik global dari pusat data (data centers) akan lebih dari dua kali lipat pada 2030, mencapai sekitar 945 terawatt-jam1. Angka ini bahkan sedikit lebih besar dari konsumsi energi Jepang. Situasinya mendesak, namun para ilmuwan MIT dan berbagai institusi tengah mengembangkan solusi.
Emisi Karbon yang Terlupakan
Vijay Gadepally, ilmuwan senior di MIT Lincoln Laboratory, mengingatkan ada dua jenis emisi. Pertama, "operational carbon" (karbon operasional) dari prosesor GPU di pusat data. Kedua, "embodied carbon" (karbon terwujud) dari konstruksi bangunan itu sendiri1.
Membangun pusat data membutuhkan ton baja, beton, unit pendingin udara, perangkat keras komputasi, dan kabel sepanjang kilometer. Perusahaan seperti Meta dan Google kini mengeksplorasi material bangunan yang lebih berkelanjutan1. China Telecomm-Inner Mongolia Information Park, pusat data terbesar di dunia, meliputi sekitar 10 juta kaki persegi dengan kepadatan energi 10 hingga 50 kali bangunan kantor normal1.
Strategi Pengurangan Emisi Operasional
Meredupkan "Lampu" Digital
Gadepally menganalogikan dengan langkah hemat energi rumah tangga. "Bahkan jika Anda memiliki bohlam terburuk dari segi efisiensi, mematikan atau meredupkannya akan selalu menggunakan lebih sedikit energi daripada membiarkannya menyala penuh," jelasnya1.
Riset dari Supercomputing Center menunjukkan hasil mengejutkan: "meredupkan" GPU sehingga mengonsumsi sekitar tiga per sepuluh energi memiliki dampak minimal pada performa model AI, sambil membuat perangkat keras lebih mudah didinginkan1. Sederhana namun efektif.
Perangkat Keras Alternatif
Beban kerja AI generatif yang menuntut, seperti melatih model reasoning (penalaran) baru seperti GPT-5, biasanya memerlukan banyak GPU beroperasi bersamaan. Analisis Goldman Sachs memperkirakan sistem canggih bisa segera memiliki sebanyak 576 GPU terhubung sekaligus1.
Tetapi insinyur kadang mencapai hasil serupa dengan mengurangi presisi perangkat keras komputasi. Misalnya, beralih ke prosesor kurang kuat yang disetel untuk menangani beban kerja AI spesifik1.
Efisiensi Proses Pelatihan
Kelompok Gadepally menemukan bahwa sekitar setengah listrik untuk melatih model AI dihabiskan untuk mendapatkan 2 atau 3 poin persentase terakhir dalam akurasi1. Menghentikan proses pelatihan lebih awal bisa menghemat banyak energi.
"Mungkin ada kasus di mana akurasi 70 persen cukup baik untuk aplikasi tertentu, seperti sistem rekomendasi untuk e-commerce," katanya1. Pragmatis dan bijaksana.
| Strategi 💡 | Penghematan Energi ⚡ | Dampak Performa 📊 |
|---|---|---|
| Meredupkan GPU | ~70% pengurangan konsumsi | Minimal |
| Mengurangi presisi hardware | Sedang hingga Tinggi | Tergantung aplikasi |
| Menghentikan training lebih awal | ~50% dari fase akhir | 2-3% akurasi |
| Menghindari simulasi berlebihan | ~80% siklus komputasi | Tidak ada |
| Pemangkasan neural network | Bervariasi | Minimal dengan teknik tepat |
| Kompresi model | Signifikan | Dapat dipertahankan |
| Scheduling fleksibel | Bergantung pada sumber energi | Tidak ada |
Inovasi Algoritma dan Arsitektur
Neil Thompson, direktur FutureTech Research Project di MIT, mencatat bahwa meskipun peningkatan efisiensi energi untuk sebagian besar chip melambat sejak 2005, jumlah komputasi yang dapat dilakukan GPU per joule energi meningkat 50 hingga 60 persen setiap tahun1.
Lebih signifikan lagi, riset kelompoknya menunjukkan peningkatan efisiensi dari arsitektur model baru yang dapat menyelesaikan masalah kompleks lebih cepat berlipat ganda setiap delapan atau sembilan bulan1. Thompson menciptakan istilah "negaflop" untuk menggambarkan efek ini—operasi komputasi yang tidak perlu dilakukan karena perbaikan algoritmik1.
"Jika Anda perlu menggunakan model yang sangat kuat hari ini untuk menyelesaikan tugas Anda, hanya dalam beberapa tahun, Anda mungkin dapat menggunakan model yang jauh lebih kecil untuk melakukan hal yang sama, yang akan membawa beban lingkungan jauh lebih sedikit," kata Thompson1.
Memaksimalkan Energi Terbarukan
Deepjyoti Deka, ilmuwan riset di MIT Energy Initiative, menjelaskan bahwa jumlah emisi karbon dalam 1 kilowatt jam bervariasi signifikan bahkan hanya selama sehari1. Insinyur bisa memanfaatkan variasi ini dengan memanfaatkan fleksibilitas beban kerja AI.
Membagi operasi komputasi sehingga sebagian dilakukan kemudian, ketika lebih banyak listrik yang dialirkan ke jaringan berasal dari sumber terbarukan seperti matahari dan angin, dapat mengurangi jejak karbon pusat data1. Cerdas dan aplikatif.
Penyimpanan Energi Jangka Panjang
Deka dan tim juga mengeksplorasi penggunaan unit penyimpanan energi jangka panjang di pusat data1. Dengan sistem ini, pusat data bisa menggunakan energi tersimpan yang dihasilkan oleh sumber terbarukan selama periode permintaan tinggi, atau menghindari penggunaan generator cadangan diesel jika ada fluktuasi di jaringan.
"Penyimpanan energi jangka panjang bisa menjadi game-changer (pengubah permainan) di sini karena kita dapat merancang operasi yang benar-benar mengubah campuran emisi sistem untuk lebih bergantung pada energi terbarukan," ujar Deka1.
Lokasi Strategis dan Solusi AI
Para peneliti di MIT dan Universitas Princeton mengembangkan alat perangkat lunak untuk perencanaan investasi di sektor listrik, disebut GenX, yang dapat digunakan untuk membantu perusahaan menentukan tempat ideal untuk menempatkan pusat data guna meminimalkan dampak lingkungan dan biaya1.
Lokasi memiliki dampak besar. Meta mengoperasikan pusat data di Lulea, kota di pantai utara Swedia di mana suhu lebih dingin mengurangi jumlah listrik yang diperlukan untuk mendinginkan perangkat keras komputasi1. Beberapa pemerintah bahkan mengeksplorasi konstruksi pusat data di bulan di mana mereka berpotensi dioperasikan dengan hampir semua energi terbarukan1.
Jennifer Turliuk MBA '25, mantan pemimpin praktik iklim dan energi AI di Martin Trust Center for MIT Entrepreneurship, menekankan bahwa AI sendiri dapat mempercepat pengembangan energi terbarukan. Model AI generatif bisa menyederhanakan studi interkoneksi yang menentukan bagaimana proyek baru akan berdampak pada jaringan listrik, langkah yang sering memakan waktu bertahun-tahun1.
Kesimpulan
Dampak iklim AI generatif nyata dan mendesak. Namun, inovasi dari berbagai bidang—efisiensi algoritma, desain perangkat keras, arsitektur pusat data, integrasi energi terbarukan—menawarkan harapan konkret. Setiap hari berharga dalam upaya mengurangi intensitas karbon sistem AI. Kolaborasi antara perusahaan, regulator, dan peneliti, dengan akademisi memimpin jalan, akan menjadi kunci solusi paling efektif1.
Daftar Pustaka
- Zewe, Adam. "Responding to the climate impact of generative AI." MIT News, 30 September 2025. https://news.mit.edu/2025/responding-to-generative-ai-climate-impact-0930

