Immanuel Kant, filsuf besar dari Jerman, menghasilkan karya monumental berjudul Critique of Practical Reason (Kritik atas Rasio Praktis) yang diterbitkan tahun 1788. Karya ini menjadi fondasi etika deontologis modern dan terus dipelajari hingga kini.1 Berbeda dengan Critique of Pure Reason yang membahas pengetahuan teoretis, karya kedua ini fokus pada tindakan moral dan tanggung jawab manusia.
Inti Pemikiran Moral Kant
Kant membedakan antara theoretical reason (rasio teoretis) dan practical reason (rasio praktis). Rasio teoretis berkaitan dengan "apa adanya", sementara rasio praktis berhubungan dengan "apa yang seharusnya"—pedoman tindakan moral.2 Konsep sentral filsafatnya adalah categorical imperative (imperatif kategoris), hukum moral yang mengikat semua makhluk rasional tanpa bergantung pada keinginan pribadi.
| Aspek 📋 | Penjelasan |
| Imperatif Kategoris | Perintah moral tanpa syarat yang berlaku universal |
| Imperatif Hipotesis | Perintah bersyarat berdasarkan tujuan tertentu |
| Kewajiban (Duty) | Tindakan berdasarkan rasio murni, bukan emosi |
| Otonomi 🔑 | Kemampuan membuat hukum moral sendiri melalui rasio |
| Heteronomi | Moral yang ditentukan otoritas eksternal |
| Summum Bonum ⭐ | Kebaikan tertinggi: gabungan kebajikan dan kebahagiaan |
| Postulat Praktis | Kebebasan, keabadian jiwa, dan eksistensi Tuhan |
Kant menekankan bahwa nilai moral sejati terletak pada tindakan yang dilakukan karena duty (kewajiban), bukan untuk kesenangan atau keuntungan pribadi.3 Ini berbeda tajam dengan etika konsekuensialis yang mengukur moralitas dari hasil.
Kebebasan dan Tanggung Jawab Moral
Salah satu kontribusi terbesar Kant adalah pembelaan terhadap kebebasan manusia. Dia berargumen bahwa hukum moral mengandaikan kebebasan—jika manusia sepenuhnya ditentukan oleh kekuatan eksternal, mereka tak bisa bertanggung jawab secara moral.4 Di dunia fenomenal (dunia pengalaman), manusia tampak tunduk pada hukum deterministik. Namun, di dunia noumenal (ranah benda-pada-dirinya), agen rasional harus dianggap bebas.
Konsep Kebaikan Tertinggi
Kant memperkenalkan summum bonum (kebaikan tertinggi) sebagai tujuan akhir tindakan moral, terdiri dari kebajikan dan kebahagiaan. Dia mengakui ada ketegangan—orang baik sering menderita, sementara yang jahat malah makmur.5 Untuk mengatasi ini, Kant mempostulasikan eksistensi Tuhan dan keabadian jiwa sebagai kondisi perwujudan summum bonum.
Otonomi versus Heteronomi
Kant mendefinisikan otonomi sebagai kemampuan agen rasional membuat hukum moral sendiri. Ini berlawanan dengan heteronomi, di mana prinsip moral didiktekan otoritas eksternal atau keinginan personal.1 Dengan menegaskan hukum moral dipaksakan sendiri melalui rasio, Kant meletakkan fondasi konsepsi modern tentang otonomi moral dan politik.
Relevansi Kontemporer Pemikiran Kant
Meskipun ditulis lebih dari dua abad lalu, pemikiran Kant masih sangat relevan. Peringatan 300 tahun kelahirannya pada 22 April 2024 membuktikan pengaruhnya yang berkelanjutan.6 Dalam konteks konflik modern, karya seperti "Perpetual Peace" (Perdamaian Abadi) memberikan kerangka penting untuk diskusi perdamaian dan keadilan internasional.
- Filsafat Kant memberikan landasan untuk teori hak asasi manusia yang menekankan martabat universal setiap individu sebagai agen rasional otonom
- Konsep imperatif kategoris mempengaruhi pemikiran hukum modern tentang prinsip universal yang harus diterapkan secara adil tanpa memandang status atau posisi
- Penekanan pada kewajiban moral melampaui kepentingan pribadi membentuk dasar etika profesional di berbagai bidang seperti kedokteran, hukum, dan jurnalisme
- Teori otonomi Kant menjadi basis pemikiran demokrasi modern yang menghargai kapasitas warga negara untuk mengatur diri sendiri secara rasional
- Diskusi tentang kecerdasan buatan dan etika teknologi sering merujuk prinsip Kantian tentang perlakuan terhadap manusia sebagai tujuan, bukan sekadar alat
- Pendekatan deontologis Kant memberikan alternatif penting terhadap utilitarianisme dalam debat bioetika kontemporer mengenai isu sensitif seperti euthanasia dan penelitian sel punca
- Konsep tentang rasionalitas universal membantu membangun dialog lintas budaya dalam era globalisasi dengan menyediakan bahasa moral yang dapat dipahami secara universal
Para pemikir kontemporer terus mengeksplorasi karya Kant. Marcus Willaschek dalam bukunya terbaru menyoroti sifat revolusioner dan dampak luas pemikiran Kant.7 Bahkan dalam konteks perang modern, suara rasio Kant tidak bisa diabaikan.
Kesimpulan
Critique of Practical Reason bukan sekadar risalah filosofis—ini adalah panggilan untuk tanggung jawab moral. Kant menantang individu untuk merefleksikan motif mereka, mengakui kapasitas untuk tindakan moral otonom, dan berkomitmen pada prinsip yang melampaui kepraktisan semata.8 Karyanya membentuk ulang teori etika dan menegaskan kembali peran mendalam rasio manusia dalam membentuk dunia yang adil dan bermoral. Di tengah kompleksitas zaman modern, pandangan Kant tentang moralitas universal dan martabat manusia tetap menjadi mercusuar yang menerangi jalan menuju kehidupan etis yang bermakna.
Daftar Pustaka
- PHILO-notes, "Kant's Critique of Practical Reason– Book Summary", 24 Februari 2025, https://philonotes.com/2025/02/kants-critique-of-practical-reason-book-summary
- Ibid.
- Ibid.
- Ibid.
- JSTOR, "THE SUMMUM BONUM AND HISTORY IN KANT", 14 Agustus 2017, https://www.jstor.org/stable/23339994
- DW, "Why Kant's philosophy is still relevant amid today's wars", 21 April 2024, https://www.dw.com/en/why-immanuel-kants-philosophy-is-still-relevant-amid-todays-wars/a-68847759
- The New Yorker, "Why Immanuel Kant Still Has More to Teach Us", 27 Oktober 2025, https://www.newyorker.com/magazine/2025/11/03/kant-a-revolution-in-thinking-marcus-willaschek-book-review
- PHILO-notes, Op. Cit.

