{!-- ra:00000000000003ea0000000000000000 --}Filosofi Nietzsche Menginspirasi Pemikiran Revolusioner Fanon - SWANTE ADI KRISNA
cross
Hit enter to search or ESC to close
Filosofi Nietzsche Menginspirasi Pemikiran Revolusioner Fanon
26
August 2025

Filosofi Nietzsche Menginspirasi Pemikiran Revolusioner Fanon

  • 25
  • 26 August 2025

Hubungan mengejutkan antara Friedrich Nietzsche dan Frantz Fanon mengungkap bagaimana pemikiran anti-egalitarian dapat menginspirasi gerakan egalitarian. 1 Penelitian terbaru menunjukkan bahwa Fanon berhasil memanfaatkan aspek-aspek tertentu dari filosofi Nietzsche untuk tujuan revolusioner yang bertolak belakang dgn pandangan aristokratis sang filsuf Jerman tersebut.

Pengaruh Nietzsche dalam Black Skin, White Masks

Dalam karya monumentalnya Black Skin, White Masks, Fanon secara eksplisit merujuk pada Nietzsche dalam bab-bab awal dan akhir. 2 Meski referensi pertama merupakan kutipan yg keliru, namun referensi kedua menunjukkan dukungan terhadap upaya Nietzsche utk mengatasi nilai-nilai reaktif yang dipercaya mendominasi moralitas Eropa.

Fanon menulis dengan penuh semangat: "Kita berkata dlm pengantar bahwa manusia adalah penegasan. Kita tidak akan pernah berhenti mengulanginya. Ya untuk kehidupan. Ya untuk cinta. Ya untuk kemurahan hati." 3 Namun secara bersamaan, dia juga menekankan oposisinya terhadap politik reaksioner Nietzsche dengan mengikat proyek mengatasi nilai-nilai reaktif pada perjuangan melawan penindasan manusia.

Kritik Fanon terhadap Sistem Kolonial

Analisis Fanon tentang masyarakat kolonial menunjukkan bagaimana struktur "terbagi dalam dua bagian, dihuni oleh spesies yg berbeda" menciptakan kondisi material yang memelihara tipe-tipe psikologis yang berbeda. 4 Sistem ini mirip dgn aristokrasi tradisional yang dijelaskan Nietzsche, namun dengan konsekuensi yang jauh lebih destruktif.

Psikologi Reaktif dalam Kolonialisme

Yang menarik, Fanon membalikkan narasi Nietzsche tentang asal-usul psikologi reaktif. 5 Dlm pandangan Fanon, iri hati pertama kali muncul sebagai ketakutan penjajah dan proyeksi iri hati yg dibayangkan kepada yg dijajah. Ini menunjukkan bahwa psikologi "budak" sebenarnya berasal dari kelas penguasa kolonial yang moralitasnya mencerminkan deskripsi moralitas reaktif Nietzsche.

Hubungan Ras dan Kelas dalam Pemikiran Fanon

Fanon menerima pandangan materialis Marx bahwa ekonomi menyebabkan ideologi, namun ia juga menunjukkan bagaimana rasisme menjadi kepuasan psikologis yg independen dari insentif material. 6 Hal ini menciptakan insentif non-material baru utk meningkatkan ketidaksetaraan material, karena dehumanisasi yg dijajah memberikan validasi ilusif atas klaim superioritas esensial penjajah.

Kritik terhadap Reduksionisme

Melalui analisisnya, Fanon memberikan argumen canggih melawan reduksionisme kelas maupun ras. 7 Bahkan jika ketidaksetaraan adalah penyebab utama rasisme, mengakhirinya tidak akan menghilangkan rasis yg sudah ada sebagai "spesies." Sebaliknya, hal tersebut kemungkinan akan memperparahnya.

Politik Revolusioner vs Reformis

Analisis Fanon juga menolak dikotomi palsu antara politik revolusioner atau reformis. 8 Karena masyarakat kelas memelihara psikologi Manichean di semua tingkatan, politik revolusioner bukanlah dialektis. Kelas-kelas yg ada tidak dapat disintesis, hanya digantikan oleh kemanusiaan baru.

Humanisme sebagai Landasan Politik

Fanon menunjukkan bahwa kemanusiaan baru yg lebih tinggi dapat direalisasikan hanya melalui politik humanis yang mengakui hak-hak dan martabat yg tak sempurna dari kemanusiaan masa kini sebagai satu-satunya fondasi konkret utk merealisasikan hak-hak penuh dan martabat kemanusiaan masa depan. 9 Ini merupakan sintesis unik antara pendekatan deontologis dan konsekuensialis dlm politik.

Kesimpulan

Hubungan kompleks antara Nietzsche dan Fanon mengungkap bagaimana pemikiran filosofis dapat ditransformasi untuk tujuan yg sangat berbeda dari maksud aslinya. Fanon berhasil mengambil elemen-elemen deskriptif dari filosofi politik Nietzsche sambil menolak tujuan normatifnya, menciptakan kerangka kerja revolusioner yang berfokus pada pembebasan manusia dari segala bentuk penindasan.

Referensi

  • Miyasaki, D. (2025, 26 Agustus). Nietzsche, Fanon, and an Egalitarian Politics. Blog of the APA. https://blog.apaonline.org/2025/08/26/nietzsche-fanon-and-an-egalitarian-politics/
  • Fanon, F. (1952). Black Skin, White Masks. Grove Press.
  • Fanon, F. (1952). Black Skin, White Masks, hal. 197.
  • Fanon, F. (1961). The Wretched of the Earth, hal. 3.
  • Fanon, F. (1961). The Wretched of the Earth, hal. 5.
  • Fanon, F. (1961). The Wretched of the Earth, hal. 5.
  • Scott, J. (2020). Nietzsche and Contemporary Race Theory. Philosophy Compass.
  • Fanon, F. (1961). The Wretched of the Earth, hal. 50.
  • Fanon, F. (1961). The Wretched of the Earth, hal. 178.
Download PDF tentang Transformasi Dialektis Genealo (telah di download 5 kali)
  • Filosofi Nietzsche Menginspirasi Pemikiran Revolusioner Fanon
    Penelitian ini mengkaji bagaimana Frantz Fanon secara strategis mentransformasi kerangka genealogis Friedrich Nietzsche untuk mengembangkan kritik antikolonial yang radikal. Melalui pembacaan ulang terhadap konsep aristokrasi radikal dan psikologi reaktif, Fanon berhasil membalikkan narasi Nietzschean tentang moralitas "budak" menjadi alat pembebasan yang powerful. Analisis menunjukkan bahwa meski Nietzsche anti-egalitarian, kerangka deskriptifnya dapat digunakan untuk tujuan revolusioner yang bertentangan dengan maksud aslinya.
Penulis
Swante Adi Krisna
Penikmat musik Ska, Reggae dan Rocksteady sejak 2004. Gooners sejak 1998. Blogger dan SEO paruh waktu sejak 2014. Graphic Designer autodidak sejak 2001. Website Programmer autodidak sejak 2003. Woodworker autodidak sejak 2024. Sarjana Hukum Pidana dari salah satu Perguruan Tinggi Negeri di Surakarta. Magister Hukum Pidana di bidang cybercrime dari salah satu Perguruan Tinggi Swasta di Surakarta. Magister Kenotariatan di bidang hukum teknologi, khususnya cybernotary dari salah satu Perguruan Tinggi Negeri di Surakarta. Bagian dari Keluarga Besar Kementerian Pertahanan Republik Indonesia.