Taylor Swift merevolusi industri musik dengan merekam ulang enam album pertamanya. Langkah strategis ini dimulai saat penyanyi berusia 34 tahun tersebut mengakhiri Eras Tour (Tur Era) yang menghasilkan lebih dari $2 miliar dari 149 pertunjukan di 21 negara1. Tapi kenapa seorang artis yang menulis sendiri lagunya perlu merekam ulang? Jawabannya terletak pada hak cipta kompleks dalam industri musik.
Akar Permasalahan Hak Cipta
Masalah dimulai tahun 2005. Swift yang kala itu berusia 16 tahun menandatangani kontrak dengan Big Machine Records2. Dalam kontrak tersebut, label rekaman memiliki masters (rekaman master)—versi rekaman final dari lagu. Sementara Swift memiliki komposisi musik (lirik dan melodi), ia tidak memiliki rekaman suaranya sendiri.
Analogi sederhana: lagu seperti pizza. Komposisi musik adalah bahan-bahannya—tepung, saus tomat, keju. Master recording adalah pizza jadi yang siap disajikan3. Swift adalah koki dan pemasok bahan sekaligus, tapi restoran (label rekaman) yang memiliki pizza final.
Perpecahan dengan Big Machine Records
Hubungan baik berakhir 2018. Ithaca Holdings LLC milik manajer musik Scooter Braun mengakuisisi Big Machine Records seharga $300 juta4. Swift dan Braun punya sejarah panjang permusuhan. Ketika Swift mencoba membeli kembali masters-nya, tim Braun meminta ia menandatangani perjanjian kerahasiaan yang menyatakan "tidak akan pernah berbicara buruk tentang Scooter Braun kecuali hal positif"5. Swift menolak.
Ithaca kemudian menjual masters tersebut ke Shamrock Holdings seharga $420 juta. Swift menulis surat ke Shamrock: "Saya tidak dapat mempertimbangkan menjadi mitra dengan kalian saat ini"6. Ketegangan ini mendorong Swift mengumumkan niatnya merekam ulang album dalam wawancara CBS Sunday Morning 2019.
Taylor's Version: Strategi Brilian
Swift bisa merekam ulang karena dua alasan legal. Pertama, ia memiliki hak cipta komposisi. Kedua, kontraknya secara legal membebaskan larangan merekam ulang setelah tiga tahun7. Swift meninggalkan Big Machine 2018, album pertama Taylor's Version dirilis 2021.
| Album 📀 | Tahun Original | Taylor's Version | Fitur Tambahan |
|---|---|---|---|
| Fearless | 2008 | 2021 | 26 lagu (dari 19) |
| Red | 2012 | 2021 | 30 lagu, termasuk versi 10 menit |
| Speak Now | 2010 | 2023 | 22 lagu dengan vault tracks |
| 1989 | 2014 | 2023 | 21 lagu, produksi diperbaharui |
| Taylor Swift | 2006 | Pending | Belum dirilis |
| Reputation | 2017 | Pending | Ditunggu fans |
| The Tortured Poets Department | - | 2024 (Original) | Album baru, bukan re-recording |
Dampak untuk Industri Musik
Versi baru setia pada original dengan beberapa pembaruan produksi dan suara lebih matang. Swift menambahkan lagu-lagu baru dari "vault" (gudang)8. Proyek Taylor's Version sukses luar biasa—Swift kini memiliki sebagian besar katalognya.
Sementara itu, Shamrock Holdings memiliki sesuatu yang jauh kurang berharga. Artis lain terinspirasi melihat rekam ulang sebagai jalur menguntungkan menuju kepemilikan masters9. NPR melaporkan bahwa Swift mempopulerkan perjuangan kepemilikan masters dari percakapan di balik layar menjadi debat mainstream tentang otonomi artis10.
Pelajaran untuk Kreator Masa Depan
Swift bukan artis pertama yang merekam ulang lagu, tapi ia memulai gerakan yang mendorong artis dan label rekaman mengevaluasi ulang keseimbangan kekuatan dan kepemilikan. Ada tiga pelajaran penting dari pertarungan hak cipta Swift11.
Pertama, penting memiliki pengacara familiar dengan isu legal di industri musik untuk mencegah kesepakatan eksploitatif saat menandatangani kontrak mengikat. Kedua, pahami ketentuan hak cipta (atau ketiadaannya) dalam perjanjian yang diajukan agar artis tahu hak apa yang mereka lepaskan. Ketiga, kreator harus mengenali bahwa persyaratan dapat dinegosiasi—mengantisipasi kesuksesan dan mempertimbangkan bagaimana kesepakatan akan berdampak dalam skenario terbaik adalah cara baik untuk mencapai perjanjian menguntungkan kedua belah pihak.
Respons Label Rekaman
Label rekaman kini sadar akan celah berbahaya ini. Mereka mungkin berusaha melarang rekaman ulang selama dua puluh atau tiga puluh tahun, bukan hanya dua atau tiga tahun12. Perubahan ini menunjukkan pengaruh nyata Swift terhadap standar kontrak industri musik.
Kesimpulan
Kisah sukses Swift unik, namun menyampaikan pelajaran penting: artis harus proaktif memahami dan menegosiasikan hak mereka. Saat label rekaman beradaptasi dengan pergeseran ini, perjuangan untuk kepemilikan artistik berlanjut—membuka jalan bagi industri musik lebih seimbang. Universal Music Group, label baru Swift, memberinya hak cipta atas semua masters yang ia produksi13—bukti bahwa perubahan mungkin terjadi ketika artis mengambil sikap tegas.
Gerakan Taylor's Version membuktikan bahwa dengan strategi legal tepat, determinasi kuat, dan basis penggemar loyal (Swifties), artis dapat merebut kembali kendali atas karya mereka sendiri. Ini bukan hanya tentang uang—ini tentang warisan artistik dan hak fundamental kreator atas ciptaan mereka.
Daftar Pustaka
- Berkeley Technology Law Journal. "Taylor Swift's Copyright Battle and Strategic Re-Recording Songs." 02 Mei 2025. https://btlj.org/2025/05/taylor-swifts-copyright-battle/
- Ibid.
- Ibid.
- Ibid.
- Ibid.
- Ibid.
- Ibid.
- Ibid.
- Ibid.
- NPR. "Taylor Swift popularized fighting for masters. Are more artists getting ownership?" 01 Oktober 2025. https://www.npr.org/2025/10/01/nx-s1-5552299/taylor-swift-masters-fight-artist-deals
- Op. Cit. Berkeley Technology Law Journal.
- Ibid.
- Ibid.

