{!-- ra:00000000000003ec0000000000000000 --}Filsuf 🎓 Profesional Belajar dari Anak-anak: Metode Philosophy for Children Mengubah Pandangan Akademisi - SWANTE ADI KRISNA
cross
Hit enter to search or ESC to close
Filsuf 🎓 Profesional Belajar dari Anak-anak: Metode Philosophy for Children Mengubah Pandangan Akademisi
2
December 2025

Filsuf 🎓 Profesional Belajar dari Anak-anak: Metode Philosophy for Children Mengubah Pandangan Akademisi

  • 1
  • 02 December 2025
Filsuf 🎓 Profesional Belajar dari Anak-anak: Metode Philosophy for Children Mengubah Pandangan Akademisi

Praha, 17 Oktober 2025 - Sophia Stone, profesor filsafat dari Lynn University, menciptakan momen bersejarah ketika tujuh sarjana Plato terkemuka mengikuti diskusi Philosophy for Children Hawaiian Style (P4CHI) di Symposium Platonicum Pragense ke-15.1 Demonstrasi ini membuktikan bahwa metode filosofis untuk anak dapat memberi wawasan mendalam bagi akademisi senior.

Perbedaan "Filsafat Besar" dan "Filsafat Kecil"

Stone membedakan dua pendekatan. "Filsafat besar" adalah domain profesional—publikasi, pengajaran formal, mata pencaharian akademisi yang dibahas di Daily Nous.2 Sementara "filsafat kecil" merupakan keingintahuan alami anak yang bertanya tanpa tujuan akhir. Banyak sarjana menganggap remeh filosofi anak. Namun Plato dalam Republic VII menulis pembelajaran paksa tak tersimpan dalam jiwa; belajar harus seperti bermain.3

Aspek 📊Filsafat Besar (Big P) 🎓Filsafat Kecil (Little p) 🧒
PraktisiAkademisi profesional dengan rekam jejak publikasiAnak-anak dan komunitas umum
MetodeTerstruktur, formal, dalam ruang kelas tertutupSpontan, bermain, bertanya demi bertanya
TujuanPublikasi ilmiah, pengajaran berbayarKeheranan murni tanpa destinasi
SettingKonferensi terjadwal, ruang kuliah privatRuang publik, pasar, komunitas terbuka
KarakterKaku, terisolasi, seriusFleksibel, inklusif, menyenangkan
Dampak EmosiKadang kompetitif, defensifKolaboratif, tidak ada perasaan negatif
Filosofi DasarElenchus Sokrates (interogasi keras)Metode Sokratik lembut (gently Socratic)

Eksperimen dengan Sarjana Plato

Setelah mendengar tujuh presentasi tentang teori bentuk (forms) Plato, partisipan menulis pertanyaan diskusi. Mereka memilih topik apakah ada bentuk baru yang tidak eksis di zaman kuno namun ada sekarang.4 Grup hampir terbagi dua pada awalnya; namun beberapa sarjana mengubah pandangan setelah argumen dipaparkan.

Tujuh Pertanyaan Sarjana

  • Mengapa Plato hanya merujuk beberapa bentuk, tetapi pembicara bicara seolah semua hal punya bentuk?
  • Apakah kita perlu bukti keberadaan bentuk?
  • Apakah ada bentuk baru yang tidak eksis di zaman kuno?
  • Apakah Plato benar-benar menurunkan eksistensi bentuk dari argumen epistemologis saja?
  • Apakah bentuk adalah artefak mental atau objek riil di luar pikiran?
  • Apakah kita percaya pada bentuk?
  • Di mana bentuk-bentuk tak terlihat berada?

Hasil Mengejutkan dalam 20 Menit

Diskusi berlangsung sepuluh menit; keseluruhan proses dari membentuk lingkaran, mengumumkan pertanyaan, pemungutan suara, diskusi hingga evaluasi publik butuh sekitar dua puluh menit saja.5 Prof. RNDr. Ladislav Kvasz, DSc. dari Czech Academy of Sciences berkomentar grup cepat membuat kemajuan filosofis mendalam tanpa perasaan negatif.

Gregory MacIsaac dari Cambridge dan Carleton University menilai latihan sangat berharga. "Agak merendahkan hati melihat pertanyaanmu tidak dipilih. Tapi itu bagus."6 Ia menekankan penggunaan bola untuk memilih pembicara efektif mencegah interupsi dan dominasi. Filip Karfik dari University of Fribourg menyebut presentasi P4CHI sebagai "puncak seluruh acara" dan berkata, "Saya seharusnya mempresentasikan topik saya menggunakan metode P4C."7

Sokrates: Filsuf Publik untuk Anak Muda

Filsuf profesional sering menganggap Sokrates dan elenchus sebagai contoh filosofi baik dengan menghujani interlocutor dengan pertanyaan. Tetapi sedikit perhatian diberikan pada fakta Sokrates adalah filsuf publik—selalu terlibat dalam keheranan dengan orang lain di setting publik.8 Laporan kuno menyebutkan ia berdiri dekat alun-alun pasar di toko tukang sepatu Simon untuk bercakap dengan pemuda di bawah 18 tahun yang dilarang masuk pasar.

Dalam Apology Plato, kompas moral Sokrates—daimonia atau suara batin—berkembang sejak ia sangat muda.9 Inilah mengapa P4C adalah gerakan internasional: komunitas di seluruh dunia melihat nilai percakapan filosofis dengan anak. Komunitas dan pengasuh menyadari anak mulai mengembangkan kompas moral sejak dini; sejak bisa bicara, anak mulai bertanya mengapa.

Dampak Global dan Manfaat Budaya

Di Afrika, Leo Igwe menyatakan filosofi tak perlu eksklusif untuk dewasa karena filsafat dimulai dari keheranan—dan anak-anak heran serta mengekspresikannya.10 Malta mengintegrasikan P4C ke lanskap pendidikan nasional melalui dua acara Mei 2025 yang menggarisbawahi kemajuan pendidikan etika.11 Devi Kar mencatat anak-anak dalam pencarian memahami dunia sering mengajukan pertanyaan filosofis; hanya ketika lebih tua mereka berhenti.12

Pengajaran berpikir kritis kepada anak mendorong mereka "talk back" (berbicara kembali) dengan argumen terstruktur, bukan pembangkangan.13 Heidi Matisonn menekankan anak harus didorong mengembangkan keterampilan berpikir kritis sejak dini untuk masa depan yang lebih baik.14

Kesimpulan: Kembali ke Akar Filosofi

Ketika filsuf besar terbuka pada cara baru berfilsafat—bahkan yang dirancang untuk anak—dampaknya luar biasa pada pendekatan dan pemikiran masalah filosofis. Stone menegaskan kita merugikan anak dengan berpikir mereka tak bisa terlibat pertanyaan filosofis.15 Kita merugikan diri sendiri dengan hanya melakukan filsafat besar di dinding kaku ruang kelas privat atau aula konferensi terjadwal.

Wisdom's Edge Foundation yang dipimpin Stone memberikan kelas filsafat gratis atau berbiaya rendah ke komunitas tanpa akses universitas—wanita dalam transisi dari tunawisma atau penahanan, lansia di fasilitas hidup berbantuan, publik umum, dan tentu anak-anak.16 Filosofi bukan monopoli menara gading akademik.

Daftar Pustaka

Download PDF tentang Philosophy for Children sebaga (telah di download 0 kali)
Penulis
Swante Adi Krisna
Penikmat musik Ska, Reggae dan Rocksteady sejak 2004. Gooners sejak 1998. Blogger dan SEO paruh waktu sejak 2014. Graphic Designer autodidak sejak 2001. Website Programmer autodidak sejak 2003. Woodworker autodidak sejak 2024. Sarjana Hukum Pidana dari salah satu Perguruan Tinggi Negeri di Surakarta. Magister Hukum Pidana di bidang cybercrime dari salah satu Perguruan Tinggi Swasta di Surakarta. Magister Kenotariatan di bidang hukum teknologi, khususnya cybernotary dari salah satu Perguruan Tinggi Negeri di Surakarta. Bagian dari Keluarga Besar Kementerian Pertahanan Republik Indonesia.