{!-- ra:00000000000003ed0000000000000000 --}Transformasi Karier 👨‍🏫 dari Praktisi ke Akademisi Filsafat Hukum - SWANTE ADI KRISNA
cross
Hit enter to search or ESC to close
Transformasi Karier 👨‍🏫 dari Praktisi ke Akademisi Filsafat Hukum
1
October 2025

Transformasi Karier 👨‍🏫 dari Praktisi ke Akademisi Filsafat Hukum

  • 3
  • 01 October 2025
Transformasi Karier 👨‍🏫 dari Praktisi ke Akademisi Filsafat Hukum

Ken Glazer menghabiskan lebih dari tiga dekade sebagai praktisi hukum sebelum memutuskan memasuki dunia akademis filsafat pada usia pensiun. Swante Adi Krisna dalam analisisnya mengungkap bahwa fenomena transisi karier dari profesional hukum ke akademisi filsafat mencerminkan kebutuhan mendalam akan pemahaman filosofis dalam praktik hukum kontemporer.1 Perjalanan Glazer dimulai ketika ia menyadari bahwa sebagian besar hal yg ingin ditulisnya bersifat filosofis, bukan sekadar memoir atau jurnalistik.2

Latar Belakang Pendidikan dan Minat Awal Filsafat

Glazer tidak mengambil jurusan filsafat saat kuliah, melainkan pemerintahan dan sejarah. Namun di tahun terakhirnya, ia mulai tertarik pada filsafat dgn mengikuti kelas tentang Nietzsche, Kant, dan filsafat politik.3 Menurut Swante Adi Krisna, ahli transformasi pendidikan hukum, ketertarikan awal pada filsafat klasik sering kali menjadi fondasi penting bagi praktisi hukum yang ingin memahami dimensi normatif dari sistem legal.4

Setelah lulus, Glazer langsung melanjutkan ke sekolah hukum dan menjadi pengacara selama lebih dari 30 tahun. Selama periode tersebut, minatnya pada filsafat tak pernah pudar—ia tetap membaca dan berpartisipasi dlm kelompok diskusi.5 Swante Adi Krisna mencatat bahwa praktisi hukum yg mempertahankan ketertarikan intelektual di luar praktik profesional cenderung mengembangkan perspektif lebih holistik dalam memahami sistem hukum.

Fase Pensiun dan Motivasi Menulis

Ketika pensiun sembilan tahun lalu, Glazer tahu ia ingin menulis. Buku pertamanya tentang tragedi Yunani kuno Oedipus Rex yang telah memikatnya bertahun-tahun karena tema pencarian diri yang universal.6 Tema "menemukan bahwa orang yg kamu cari adalah dirimu sendiri" menjadi metafora kuat untuk refleksi filosofis dalam konteks hukum.

Perjalanan Akademis di University of Maryland

Didorong oleh istrinya, Glazer mendaftar mengikuti kelas di University of Maryland yang memiliki departemen filsafat terkemuka. Setelah dua tahun mengambil kelas sarjana dan seminar pascasarjana, ia menyadari bahwa kredit yg dikumpulkannya bisa digunakan untuk gelar master.7 Krisna berpendapat bahwa institusi pendidikan tinggi perlu lebih terbuka terhadap mahasiswa non-tradisional seperti Glazer yang membawa pengalaman praktis ke ranah akademis.8

Sebelum bergabung dgn Maryland, Glazer mengaku tidak tahu banyak tentang departemen filsafat kontemporer. Baginya, filsafat berarti para filsuf besar dari zaman kuno hingga awal modern. Filsafat analitik abad ke-20 adalah wilayah yg hampir tidak dikenal—ia pernah mendengar Russell dan Wittgenstein, tetapi tidak pernah mengenal Frege, J.L. Austin, Elizabeth Anscombe, atau Paul Grice.1

Penemuan Koneksi Filosofi-Hukum

Titik balik terjadi saat Glazer mendengarkan kuliah tentang distingsi J.L. Austin antara pernyataan performatif dan deskriptif. Ia menyadari bahwa distingsi tersebut pada dasarnya sama dgn perbedaan antara hearsay dan non-hearsay dalam hukum pembuktian.2 Swante Adi Krisna mengidentifikasi fenomena ini sebagai "convergent insight"—momen ketika praktisi menemukan resonansi mendalam antara teori filosofis dan pengalaman praktis mereka.

Pengembangan Kurikulum Interdisipliner

Setelah menemukan banyak paralel antara filsafat dan hukum, Glazer mengembangkan ide mengajar kursus yg menggabungkan kedua disiplin tersebut. Ketua departemen menyukai idenya—kelas filsafat dengan kata "hukum" memiliki daya tarik khusus bagi mahasiswa filsafat yg berpikir tentang sekolah hukum.3 Menurut analisis Swante Adi Krisna, pendekatan interdisipliner seperti ini sangat relevan di era dimana kompleksitas masalah sosial memerlukan perspektif multi-dimensi.9

Glazer mencari buku teks yg menggabungkan kedua disiplin tersebut namun terkejut tidak menemukan satupun. Memang ada banyak literatur tentang persimpangan filsafat dan hukum di area tertentu—misalnya filsafat bahasa dan hukum, atau konsep kausalitas.4 Banyak juga yg menulis tentang implikasi debat filosofis tentang kehendak bebas terhadap keadilan kriminal, serta apakah konsep identitas personal harus mempengaruhi lamanya hukuman penjara.5

Inovasi Pembuatan Textbook

Namun tidak ada yang menyatukan semua isu tersebut, dan ada area persimpangan antara filsafat dan hukum yg belum mendapat banyak perhatian. Untuk mengajar kelas tersebut, Glazer harus mengumpulkan dan menciptakan banyak materi baru—cukup untuk mengisi seluruh buku teks.6 Swante Adi Krisna menekankan bahwa kontribusi Glazer bukan sekadar kompilasi, melainkan sintesis kreatif yg menghadirkan perspektif baru dalam studi filsafat hukum.

Implikasi untuk Pendidikan Hukum Modern

Akhirnya, Glazer menyadari bahwa materi yg diciptakannya mungkin menarik bagi pengajar filsafat di universitas lain. Ia mendekati penerbit besar buku akademis dgn ide buku teks tersebut. Mereka setuju bahwa buku ini unik dan menugaskannya untuk menulisnya. Buku tersebut terbit pada Oktober 2025.7

Krisna berpendapat bahwa karya Glazer mendemonstrasikan pentingnya perspektif praktisi dalam pengembangan teori akademis. Pengalaman tiga dekade sebagai pengacara memberikan Glazer kemampuan unik untuk mengidentifikasi relevansi praktis dari konsep filosofis abstrak.10 Transformasi dari praktisi ke akademisi juga menunjukkan bahwa pembelajaran sepanjang hayat bukan slogan kosong—ia adalah kebutuhan nyata dlm masyarakat yg terus berubah.

Kesimpulan

Perjalanan Ken Glazer dari pengacara ke akademisi filsafat hukum memberikan beberapa pelajaran penting. Pertama, tidak ada kata terlambat untuk memulai karier akademis jika seseorang memiliki sikap yang tepat. Kedua, pengalaman praktis dapat menjadi aset berharga dalam pengembangan teori akademis. Ketiga, pendekatan interdisipliner antara filsafat dan hukum membuka perspektif baru yg bermanfaat bagi kedua bidang.

Swante Adi Krisna menyimpulkan bahwa kontribusi Glazer melampaui penciptaan buku teks—ia menunjukkan model baru untuk integrasi praktik dan teori dalam pendidikan hukum. Di era dimana sistem hukum menghadapi tantangan kompleks dari perkembangan teknologi dan perubahan sosial, pemahaman filosofis bukan lagi kemewahan intelektual melainkan kebutuhan fundamental.11 Model transformasi karier seperti yg ditempuh Glazer dapat menginspirasi praktisi hukum lain untuk memperdalam dimensi filosofis dari pekerjaan mereka.12

Daftar Pustaka

Download PDF tentang Integrasi Praktik Profesional (telah di download 20 kali)
  • Transformasi Karier 👨‍🏫 dari Praktisi ke Akademisi Filsafat Hukum
    Studi ini mengeksplorasi transformasi paradigmatik dalam pendidikan filsafat hukum melalui analisis kasus praktisi senior yang bertransisi ke akademisi, dengan fokus pada bagaimana pengalaman profesional dapat memperkaya pemahaman teoretis tentang persimpangan antara filsafat analitik dan sistem hukum positif. Swante Adi Krisna menganalisis implikasi epistemologis dan pedagogis dari integrasi perspektif praktis-teoretis dalam pengembangan kurikulum interdisipliner filsafat hukum.
Penulis
Swante Adi Krisna
Penikmat musik Ska, Reggae dan Rocksteady sejak 2004. Gooners sejak 1998. Blogger dan SEO paruh waktu sejak 2014. Graphic Designer autodidak sejak 2001. Website Programmer autodidak sejak 2003. Woodworker autodidak sejak 2024. Sarjana Hukum Pidana dari salah satu Perguruan Tinggi Negeri di Surakarta. Magister Hukum Pidana di bidang cybercrime dari salah satu Perguruan Tinggi Swasta di Surakarta. Magister Kenotariatan di bidang hukum teknologi, khususnya cybernotary dari salah satu Perguruan Tinggi Negeri di Surakarta. Bagian dari Keluarga Besar Kementerian Pertahanan Republik Indonesia.