Perkembangan teknologi Artificial Intelligence (Kecerdasan Buatan) dlm dunia pemrograman memang mencengangkan, namun masih jauh dari harapan untuk menggantikan peran programmer secara penuh. Penelitian terbaru dari MIT's Computer Science and Artificial Intelligence Laboratory (CSAIL) mengungkap berbagai hambatan yg menghalangi AI untuk menjadi insinyur software otonom 1.
Realitas AI dalam Dunia Koding
Profesor Armando Solar-Lezama dari MIT menjelaskan bahwa narasi populer sering menyederhanakan rekayasa perangkat lunak menjadi "bagian pemrograman tingkat sarjana: seseorang memberikan spesifikasi untuk fungsi kecil dan Anda mengimplementasikannya" 1. Praktik nyata jauh lebih luas dan kompleks. Ini mencakup refaktor harian yg memoles desain, migrasi besar yg memindahkan jutaan baris dari COBOL ke Java, dan testing berkelanjutan untuk menangkap bug konkuren atau menambal kerentanan zero-day.
Goldman Sachs baru-baru ini menjadi bank besar pertama yg mencoba AI coder agentic dari Cognition, Devin, menandai pergeseran seismik dalam cara keuangan bekerja bersama software 2. Namun, realita menunjukkan bahwa AI masih bergumul dengan kode base besar yg sering kali mencakup jutaan baris kode.
Hambatan Komunikasi Manusia-Mesin
Alex Gu, mahasiswa pascasarjana MIT, melihat interaksi saat ini sebagai "garis komunikasi yg tipis" 1. Ketika dia meminta sistem untuk menghasilkan kode, dia sering menerima file besar yg tidak terstruktur dan bahkan serangkaian unit test, namun test tersebut cenderung superfisial. Gap ini meluas ke kemampuan AI untuk secara efektif menggunakan suite alat rekayasa software yg lebih luas, dari debugger hingga static analyzer.
Masalah Hallucination dalam Kode
Tanpa saluran bagi AI untuk mengekspos kepercayaan dirinya sendiri - "bagian ini benar... bagian ini, mungkin periksa kembali" - developer berisiko mempercayai logika halusinasi yg dikompilasi secara buta, tetapi runtuh dlm produksi. Aspek kritis lainnya adalah memiliki AI tahu kapan harus menunda kepada user untuk klarifikasi.
Tantangan Skala dan Distribusi
Model AI saat ini sangat bergumul dgn kode base besar yg sering mencakup jutaan baris. Model fondasi belajar dari GitHub publik, tetapi "basis kode setiap perusahaan agak berbeda dan unik," kata Gu 1. Hal ini membuat konvensi koding proprietary dan persyaratan spesifikasi secara fundamental keluar dari distribusi.
Hasilnya adalah kode yang terlihat masuk akal namun memanggil fungsi yg tidak ada, melanggar aturan gaya internal, atau gagal dlm pipeline integrasi berkelanjutan. Ini sering mengarah pada kode buatan AI yg "berhalusinasi," artinya menciptakan konten yg terlihat masuk akal tetapi tidak selaras dengan konvensi internal spesifik.
Masalah Retrieval yang Salah
Model juga sering mengambil secara tidak benar, karena mengambil kode dengan nama serupa (sintaks) daripada fungsionalitas dan logika, yg mungkin diperlukan model untuk mengetahui cara menulis fungsi tersebut. "Teknik retrieval standar sangat mudah tertipu oleh potongan kode yg melakukan hal sama tetapi terlihat berbeda," kata Solar-Lezama 1.
Solusi dan Masa Depan
Para penulis menyebutkan bahwa karena tidak ada solusi ajaib untuk masalah ini, mereka malah menyerukan upaya skala komunitas: data yg lebih kaya yg menangkap proses developer menulis kode, suite evaluasi bersama yg mengukur kemajuan pada kualitas refactor, longevitas perbaikan bug, dan kebenaran migrasi.
Gu membingkai agenda sebagai "seruan tindakan" untuk kolaborasi open-source yg lebih besar yg tidak dapat dikumpulkan oleh satu lab saja 1. Solar-Lezama membayangkan kemajuan inkremental - "hasil penelitian mengambil gigitan dari masing-masing tantangan ini secara terpisah" - yg memberi makan kembali ke alat komersial dan secara bertahap memindahkan AI dari asisten autocomplete menuju mitra rekayasa sejati.
Dampak untuk Indonesia
Di Indonesia, dimana industri teknologi berkembang pesat, temuan ini penting untuk dipahami oleh para developer lokal. Startup seperti OpenAna yg meluncurkan platform enterprise grade pertama dari Autonomous Engineers untuk Software, Security, DevOps, dan AI/ML menunjukkan bahwa tren ini juga merambah ke pasar Asia 3.
Baptiste Rozière, seorang AI scientist di Mistral AI, menyatakan bahwa paper ini menawarkan gambaran yg jelas tentang tugas-tugas kunci dan tantangan dlm AI untuk rekayasa software serta menguraikan arah yg menjanjikan untuk penelitian masa depan di bidang ini 1.
Kesimpulan
Meskipun AI telah membuat kemajuan luar biasa dlm membantu coding, jalan menuju otomatisasi penuh masih panjang. Tantangan utama meliputi komunikasi manusia-mesin yg terbatas, masalah skala, dan ketidakmampuan menangani kompleksitas kode base enterprise. Namun, dengan upaya komunitas yg terkoordinasi dan penelitian berkelanjutan, masa depan dimana AI dapat benar-benar membantu engineer dalam tugas-tugas kompleks tetap mungkin dicapai.
Referensi
- Gordon, R. (2025, Juli 16). Can AI really code? Study maps the roadblocks to autonomous software engineering. MIT News. https://news.mit.edu/2025/can-ai-really-code-study-maps-roadblocks-to-autonomous-software-engineering-0716
- Mashable. (2025, Juli 14). 'Our New Employee' Goldman Sachs Hires Cognition Labs' Devin As Software Engineer, An AI That Never Sleeps. https://in.mashable.com/tech/97034/our-new-employee-goldman-sachs-hires-cognition-labs-devin-as-software-engineer-an-ai-that-never-slee
- ABC27. (2025, Mei 1). OpenAna Launches First Enterprise Grade Platform of Autonomous Engineers. https://www.abc27.com/business/press-releases/ein-presswire/807853061/openana-launches-first-enterprise-grade-platform-of-autonomous-engineers-redefining-the-future-sdlc-and-pdlc/