{!-- ra:00000000000003ea0000000000000000 --}Biografi Baru ⏰ Ungkap Filsuf Henri Bergson yang Membawa Filosofi ke Rakyat: Waktu Bukan Ruang - SWANTE ADI KRISNA
cross
Hit enter to search or ESC to close
Biografi Baru ⏰ Ungkap Filsuf Henri Bergson yang Membawa Filosofi ke Rakyat: Waktu Bukan Ruang
26
September 2025

Biografi Baru ⏰ Ungkap Filsuf Henri Bergson yang Membawa Filosofi ke Rakyat: Waktu Bukan Ruang

  • 3
  • 26 September 2025
Biografi Baru ⏰ Ungkap Filsuf Henri Bergson yang Membawa Filosofi ke Rakyat: Waktu Bukan Ruang

Emily Herring meluncurkan biografi baru berjudul Herald of a Restless World: How Henri Bergson Brought Philosophy to the People (Penyambung Dunia yang Gelisah: Bagaimana Henri Bergson Membawa Filosofi ke Rakyat) pada 2024, mengungkap kisah filsuf Prancis yang sempat menyebabkan kemacetan lalu lintas karena popularitas kuliahnya1. Bergson (1859-1941) adalah tokoh yang pernah menjadi filsuf paling terkenal di dunia hingga Perang Dunia I dimulai2.

Momen Pencerahan di Papan Tulis

Suatu hari pertengahan 1910-an, seorang wanita menghampiri Bergson setelah kuliah di Collège de France, Paris. Dia menuntut Bergson merangkum esensi filosofinya dalam beberapa kata saja1. Bergson merasa terhina—dia selalu menekankan bahwa konsep kaku gagal menyampaikan fluiditas realitas.

Dengan kecerdasan khasnya, Bergson menjawab: "Saya hanya berargumen, Nyonya, bahwa waktu bukan ruang." Empat kata ini merangkum durée (durasi), konsep sentral filosofinya1.

Namun bagaimana ide durée muncul? Bergson sendiri menceritakan: saat menjelaskan paradoks Zeno dari Elea kepada murid-muridnya di papan tulis Clermont-Ferrand, dia mulai melihat lebih jelas arah pencariannya1. Paradoks Achilles dan kura-kura—di mana pelari tercepat tak pernah menyusul lawannya yang lebih lambat—mengungkap cacat besar dalam konsepsi ilmiah tentang waktu.

Ilmu Pengetahuan Menghentikan Waktu

Hari itu, Bergson terkejut menemukan bahwa konsepsi ilmiah tentang waktu sama sekali tidak mengandung temporalitas. Huruf "t" dalam persamaan mekanika sebenarnya merepresentasikan sesuatu yang sangat berbeda1.

Untuk berteori tentang waktu, ilmuwan dan matematikawan harus menghentikannya terlebih dahulu. Waktu atau gerakan yang terus berubah sulit dibicarakan dan diukur1. Simbol dan konsep yang kita gunakan—menit pada jam, halaman kalender, titik pada grafik—adalah cara canggih membekukan aliran waktu yang kontinu, memotongnya menjadi unit-unit identik dan solid untuk diukur.

Ini sangat tampak dalam paradoks Zeno. Langkah megah Achilles dipotong menjadi potongan kecil sampai tidak tersisa apa-apa1. Tapi bukan begitu orang benar-benar bergerak. Ketika kita melompat, berlari, atau menari, tidak ada titik tengah. Hanya ada gerakan, mengalir dan utuh.

Pengalaman Subjektif Waktu

Di ruang tunggu dokter, satu jam terasa seperti keabadian. Tapi bersama orang-orang terkasih, satu jam tampak menghilang sebelum kita sadari kehadirannya1. Pengalaman berlalunya waktu ini, perbedaan yang dirasakan dalam kualitasnya, itulah yang terhapus dalam cara sains memperlakukan waktu. Dan temporalitas kualitatif inilah yang Bergson sebut durée.

Bergson bertanya: apa yang terjadi jika bumi menyelesaikan rotasi setiap 12 jam bukan 24 jam? Apa jika semua fenomena alam dipercepat proporsional? Bagi persamaan astrofisika, perubahan tempo besar ini tidak membuat perbedaan sama sekali1. Tapi bagi astrofisikawan sendiri, bagi siapa pun yang mengalami temporalitas, perubahan besar akan dirasakan—kesadaran kita akan menginformasikan pemendekan hari jika kita tidak mengalami jumlah durasi biasa antara matahari terbit dan terbenam.

Sains Memberikan Gambaran Terdistorsi

Selama masa mudanya, Bergson percaya sains dan filosofi saling melengkapi karena sains adalah bentuk pengetahuan yang paling memahami realitas1. Tapi di awal 1880-an, melalui analisis cermatnya terhadap konsep ilmiah tentang waktu, Bergson menyadari bahwa justru sains yang memberikan gambaran terdistorsi tentang realitas.

Untuk mengukur atau bahkan membicarakan waktu dan gerakan, sains harus meminjam dari ruang—kategori eksternal terhadap waktu—sehingga mengacaukan waktu dengan ruang, gerakan dengan imobilitas1. Dalam menyadari bahwa filosofi, jika dilakukan dengan benar, berada dalam posisi menangkap esensi realitas yang sejati dan mobile, Bergson menurunkan sains menjadi bentuk pengetahuan yang berguna tapi umum dan terputus.

Pengaruh Bergson pada Pemikiran Barat

Perubahan hati ini—penemuan Bergson tentang durée—akan bergema di setiap teori yang dia formulasikan dan mengubah pemikiran Barat selamanya1. Hingga awal Perang Dunia I, Bergson menarik kerumunan orang Paris yang meluap ke kuliahnya dan disambut dengan kehebohan yang sama2.

Bergson dianugerahi Hadiah Nobel Sastra 1927 (yang ditunda dari tahun sebelumnya) sebagai filsuf Yahudi Prancis terkenal3. Filosofinya tentang "fluks" (aliran) menjadi kekuatan penyeimbang melawan kepastian abad pergantian abad tentang kemajuan teknologi4.

Relevansi di Era Pandemi

Konsep Bergson tentang waktu bahkan menjelaskan pengalaman kita selama pandemi. Banyak orang merasa pengalaman waktu mereka agak meleset tahun ini—hari-hari membentang dan beberapa bulan tampak berlangsung selamanya meskipun jam berdetak sebagaimana mestinya5. Ide dari filosofi mungkin menjelaskan mengapa waktu terasa melambat.

Kesimpulan

Biografi Emily Herring menghadirkan kembali sosok Bergson yang sempat terlupakan setelah popularitasnya memudar6. Lahir di Paris dari ayah Yahudi Polandia dan ibu Yahudi Inggris-Irlandia, Bergson adalah salah satu dari sedikit filsuf dalam sejarah yang kuliahnya mampu menyebabkan kemacetan lalu lintas7. Pesan intinya tetap relevan: waktu adalah kekuatan nyata yang bekerja di dunia, bukan sekadar abstraksi matematis. Filosofinya mengajarkan kita untuk merasakan, bukan hanya mengukur, waktu yang mengalir dalam kehidupan kita.

Daftar Pustaka

Download PDF tentang Konsep Durée Henri Bergson: R (telah di download 13 kali)
  • Biografi Baru ⏰ Ungkap Filsuf Henri Bergson yang Membawa Filosofi ke Rakyat: Waktu Bukan Ruang
    Penelitian ini mengeksplorasi konsep durée (durasi) Henri Bergson sebagai kritik fundamental terhadap pandangan mekanistik waktu dalam sains modern. Melalui analisis paradoks Zeno dan pengalaman subjektif temporalitas, Bergson mengungkapkan bahwa waktu sejati bukan representasi spasial melainkan aliran kualitatif yang dialami kesadaran. Studi ini menunjukkan bagaimana pemikiran Bergson mengubah pemikiran Barat dan tetap relevan untuk memahami pengalaman waktu kontemporer.
Penulis
Swante Adi Krisna
Penikmat musik Ska, Reggae dan Rocksteady sejak 2004. Gooners sejak 1998. Blogger dan SEO paruh waktu sejak 2014. Graphic Designer autodidak sejak 2001. Website Programmer autodidak sejak 2003. Woodworker autodidak sejak 2024. Sarjana Hukum Pidana dari salah satu Perguruan Tinggi Negeri di Surakarta. Magister Hukum Pidana di bidang cybercrime dari salah satu Perguruan Tinggi Swasta di Surakarta. Magister Kenotariatan di bidang hukum teknologi, khususnya cybernotary dari salah satu Perguruan Tinggi Negeri di Surakarta. Bagian dari Keluarga Besar Kementerian Pertahanan Republik Indonesia.